Rabu, 29 April 2015

Try To Smile When Heart Cry

Betapa sakit dan susahnya untuk berusaha tersenyum saat hati kecil ini menangis. Sering kali diriku ingin sekali marah, berteriak sekencang-kencangnya. tapi apalah arti semua itu dilakukan jika tidak memberikan hasil apa-apa melainkan hanya kepuasan sementara. Karena itulah, seberat apapun, sesakit apapun, sesulit apapun, berusaha tersenyum saat hati menangis harus tetap kulakukan.
Ini lah beberapa isi hati ku yang ingin sekali kuluapkan. Isi hati yang sering kali membuatku sangat ingin berteriak, marah, da menangis.

1. Kenapa kalian hanya menyalahkan aku kenapa aku seperti ini? Kenapa kalian tidak pernah mau tau kenapa aku bisa jadi seperti ini??!!
2.Kenapa semua kesalahan itu kalian tumpahkan padaku. Kenapa kalian tidak melihat kesalahan apa yang telah kalian lakukan diawal sehingga aku melalukan hal seperti ini???!!
3.Ingin sekali diri ini mengungkapakan kesalahan kalian yang selama ini aku pendam didalam hatiku disaat kalian selalu menyalahkanku.
3. Kenapa sulit sekali bagi kalian untuk sedikit memahami hatiku???
4.Kenapa disaat aku membutuhkan sandaran saat aku tak mampu berdiri, kalian malah mendorongku??
5. Kenapa disaat aku membutuhkan pundak, tangan lembut, dan telinga tulus untuk aku sandarai dan mendengarkan isi hatiku kalin tidak memberikan itu semua??
6. Kenapa disaat diriku tertusuk pedang, kalian malah membelah tubuhku??
7. Kenapa kalian seperti itu?? kalian adalah orang yang sanagat dekat denganku, mengenal aku sejak aku dilahirkan, dan bahkan darah kalian mengalir ditubuhku. Kenapa justru yang mampu memberiku pundak untuk disandari, memberiku tangan lembutnya untuk membantuku berdiri saat aku terjatuh, dan membiarkan telinga nya mendengarkan isi hatiku adalah orang yang baru saja aku kenal, seseorang yang baru mengenalku disaat aku duduk dibangku sekolah, dan bahkan darah mereka pun tak sedikitpun mengalir ditubuhku. TEMAN/SAHABAT.
8.Hatiku sering kali berteriak " Jare sopo DULUR?? DUDUK! Tapi sopo?? KONCO!
9. Sendainya tak ada teman-teman dan sahabat ku, mugkin saat ini aku tidak menuliskan ini semua. Mereka lah yan membuatku bertahan menghadapi semua ini.

 Ost Empress Ki 
 Drama ini keren banget...drama ini membawa pengaruh besar buat gua..drama ini membuat gua bangkit, menjadikan gua lebih tegar dalam menghadapai segalah masalah yang datang bagaikan pasukan musuh mengajak perang. ...:)
 
Lirik lagu: Thorn Love (OST. Empress Ki)


naneun wiheom hanikka nae sarangeun
nareul sarang hamyeon halsurog
gyeolgug neoman dachil ji molla
nareul shiheom hajima nae sarangeul
jeoldae motae motae motae motae motae
wiheom hanikka neorwihan geonikka...

naui sarang en bimiri isseo
jebal naege soneul daeji ma
naui chimmug en iyuga isseo
jebal deo gakkai oji ma
sarang haeyo...sarang haeyo...
anajul sun eobtjiman...

naneun wiheom hanikka nae sarangeun
nareul sarang hamyeon halsurog
gyeolgug neoman dachil ji molla
nareul shiheom hajima nae sarangeul
jeoldae motae motae motae motae motae
wiheom hanikka neorwihan geonikka...

shigani gamyeon alge doelgeoya
urin eoulliji anhdan geol
mian haeyo...mian haeyo...
witaeroun nara seo ...

naneun wiheom hanikka nae sarangeun
nareul sarang hamyeon halsurog
gyeolgug neoman dachil ji molla
nareul shiheom hajima nae sarangeul
jeoldae motae motae motae motae motae
wiheom hanikka...

wiheom hanikka neorwihan geonikka
neol sarang hajiman jeoldae motae motae
nan neol sarang haji motae tteonaga...

naneun wiheom hanikka
neomu wiheom hanikka
nado ireon gashi gateun
na ttaeme michil geot gata
nareul sarang hajima butagiya
jeoldae andwae andwae andwae andwae
wiheom hanikka neorwihan geonikka...

Lirik lagu: Thorn Love (OST. Empress Ki)
naneun wiheom hanikka nae sarangeun
nareul sarang hamyeon halsurog
gyeolgug neoman dachil ji molla
nareul shiheom hajima nae sarangeul
jeoldae motae motae motae motae motae
wiheom hanikka neorwihan geonikka...

naui sarang en bimiri isseo
jebal naege soneul daeji ma
naui chimmug en iyuga isseo
jebal deo gakkai oji ma
sarang haeyo...sarang haeyo...
anajul sun eobtjiman...

naneun wiheom hanikka nae sarangeun
nareul sarang hamyeon halsurog
gyeolgug neoman dachil ji molla
nareul shiheom hajima nae sarangeul
jeoldae motae motae motae motae motae
wiheom hanikka neorwihan geonikka...

shigani gamyeon alge doelgeoya
urin eoulliji anhdan geol
mian haeyo...mian haeyo...
witaeroun nara seo ...

naneun wiheom hanikka nae sarangeun
nareul sarang hamyeon halsurog
gyeolgug neoman dachil ji molla
nareul shiheom hajima nae sarangeul
jeoldae motae motae motae motae motae
wiheom hanikka...

wiheom hanikka neorwihan geonikka
neol sarang hajiman jeoldae motae motae
nan neol sarang haji motae tteonaga...

naneun wiheom hanikka
neomu wiheom hanikka
nado ireon gashi gateun
na ttaeme michil geot gata
nareul sarang hajima butagiya
jeoldae andwae andwae andwae andwae
wiheom hanikka neorwihan geonikka...
Lirik lagu: Just Once (OST. Empress Ki)
sonane bureowa japhildeut sarajyeogan
yasokhan baramcheoreom meoreojin geudae

gaseumeul butjapgo sumjugyeoseo heuneukkineun bam
eodumsogeseo naui haruga seogeulpeumeuro jinaganda

himdeulge jiugo jiwodo tto dasi geuryeojineun
apeun gieokdeuri seulpeun uri sarangeul deo seulpeugehae
amuri gamchugo gamchwodo jakku nungae chaoreuneun
naui nunmulcheoreom heulleo neomchineun geurium naneun eotteohge hae

haengyeona kkumerado bol su isseulkka
aetage gidarimyeon mannajiryeona

sseulsseulhan jeo dare naui sowoneul bireobonda
geudael hanbeonman dasi hanbeonman ureum seokkin naui honjasmal

himdeulge jiugo jiwodo ttodasi geuryeojineun
apeun gieokdeuri seulpeun uri sarangeul deo seulpeugehae
amuri gamchugo gamchwodo jakku nungae chaoreuneun
naui nunmulcheoreom heulleo neomchineun geurium naneun eotteohge hae

seulpeun kkumeseoman nae gyeote oneun geudaerangeol
aljiman algo issjiman naneun jogeumdo nohji moshae

himdeulge jiugo jiwodo ttodasi geuryeojineun
apeun gieokdeuri seulpeun uri sarangeul deo seulpeugehae
amuri gamchugo gamchwodo jakku nungae chaoreuneun
naui nunmulcheoreom heulleo neomchineun geurium naneun eotteohge hae



Jumat, 24 April 2015

my baby honey





KETIKA DUNIA MEMIHAK PADAKU



Hari ini aku sangat bad mood  karena harus kembali ke asrama. Tapi aku juga sangat  bahagia karena aku berhasil melewati tantangan yang diberikan oleh teman-temanku, yaitu  untuk tidak berkomunikasi apapun dan lewat apapun degan laki-laki gila itu. Dan aku juga  sudah berhasil ngehack facebook nya.
Dan  lebih bahagianya lagi sekarang aku sudah mulai duduk dikelas XI. Aku  berharap dikelas ini aku bisa lebih baik dari kelas X lalu.
Saat aku masuk kamar, aku heran kenapa  teman-temanku  bertepuk  tangan.  Tiba-tiba  Via  menepuk  punggungku  dari  belakang kemudian  merangkulku.  Mungkin  saat  itu  hanya  terdiam  seperti  orang  ling-lung  karena  tidak  tahu  maksud  dari  semua  ini.
            “Kamu  hebat.!”  Via  mengucapkan  kata-kata  yang  membuatku   semakin  bingung.
“Maksudnya  hebat????”  Aku  sangat  penasaran.
Tiba-tiba  Via  menarik  tanganku  untuk  duduk  bersama  teman-temam  diatas  kasur.

            “Kalian  semua  itu  kenapa  sih?  kok  pada  aneh?”
“Aneh?  Aneh  apanya?  Kita  lagi  bahagia  karena  kita  punya  temen  sehebat  kamu.”
“Maksudnya  apa,  Via?”
“Temen-temen...  kok  dia  agak  bego’  ya  setelah  berhasil  melewati  tantangan  dengan  baik..??’
“Tantangan????”  Aku  hanya  menggaruk-garuk  kepalaku.
“Iya,  tantangan,  masa’  lupa  sih?”  Sahut Anisa.
“Oooooohhhhh....  tantangan  itu..”  entah  mengapa  aku  bisa  menjadi  lola  seperti  biasanya.
            Semua  temanku  menertawakanku.
“Gimana,  hebatkan  aku??  Aku  buktikan  ke  kalian  semua  kalau  itu  adalaah  tantangan  yang  sangat  gampang.”
“Hebat, hebat, hebat..!!! itu baru yang namanya Riani.”
“Thank you, thank you..”
Aku seneng banget karena teman-temanku sangat bangga dengan usahaku. Aku juga memberi tahu mereka kalau aku juga berhasil nge-hack facebook cowok gila itu. Tapi sayangnya tidak semuaa temanku yang setuju dengan tindakan itu karena bagi mereka itu terlalu ketelaluan dan mereka juga takut kalau cowok gila itu tau bahwa aku yang melakukan itu semua.
_______----_______

Malam ini mataku sangat susah untuk dipejamkan. Aku masih memikirkan masalahku yang begitu banyak. Mulai dari masalah orang tua, masalah dengan saudara-saudara dan masalahku yang sebenarnya tidak betah tinggal di asrama.
            Aku memutuskan untuk pergi keluar kamar. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku merasa kalau aku tidak punya siapa-siapa di dunia ini. Aku bingung harus kemana. Jika berada dirumah aku merasa tidak betah karena banyak masalah dengan saudara-saudara. Apalagi berada diasrama, malah nggak betah.  Kalau ikut orang tua di luar Jawa, aku nggak suka. Aku merasa kalau lebih enak hidup di Jawa.
Aku ingin liburan Ramadhan besok, aku tidak pulang kerumah saudaraku. Tapi aku bingung, kalau aku tidak pulang kerumah saudaraku, aku harus pulang kemana?
Lama- lama mataku sedikit berat, mungkin karena angin malam diluar kamar sangat dingin sehingga membuatku ngantuk. Akhirnya aku masuk kekmar dan tidur.
            Seperti biasa, pengurus asrama membangunkanku dan yang lain pada pukul 03.30 malam. Sangat melelahkan, aku hanya tidur beberapa jam saja. Terpaksa aku harus bangun dan mulai melakukan kegiatan smpai pukul 06.30. Jika tidak, besok malam aku akan berurusan dengan pengurus karena telah melanggar peraturan.
Tuhan....Kapan semua ini akan berakhir?????!!!!!!
            Setelah kegiatan selesai, aku mulai bersiap-siap untuk pergi sekolah dan memulai hari baruku dikelas XI. Semoga hari ini adalah hari yang menyenangkan dalam hidupku.
            Hari ini disekolah melaksanakan apel bersama karena ini adalah tahun ajaran baru. Aku sebel banget karena harus melihat cowok gila itu lagi, apalagi nanti aku sekelas dengan dia karena kita mengambil jurusan yang sama.
            Setelah apel selesai, aku pun masuk kelas dengan teman-temanku. Aku melihat cowok gila itu menatapku dengan aneh. Tapi aku tidak memperdulikannya. Aku hanya menatapnya dengan sinis lalu duduk dibangkuku.
            Hari in PBM belum dimulai, mungkin PBM normal satu minggu lagi. Anak-anak didalam kelas banyak yang bercerita tentang pengalamannya saat liburan kemarin. Sekilas aku mendengar cowok gila itu mengucapkan kata-kata kotor karena dia kesal dengan seseorang yang nge-hack facebook nya.
            Aku tidak peduli biarpun dia marah. Aku hanya diam seolah tidak tahu apa-apa dan tidak mau ikut campur dengan itu semua. Aku nggak peduli biarpun aku dibilang lempar batu sembunyi tangan, dan aku nggak peduli jika aku dibilang licik atau jahat, yang penting aku PUAS.
            Aku melihat dia keluar dari kelas dan terlihat seperti orang kebingungan. Aku penasaran, dia mau ngapain ya.? Aku terus  memperhatikan gerak-geriknya. Ternyata dia keluar kelas karena dipanggil sama cewek plin-plan itu.
            Rasanya kepalaku sudah mulai keluar tanduknya. Sebenarnya aku males banget kalau harus cemburu. Nggak penting  banget.  Aku terus memperhatikan mereka dengan pandangan  sinis. Aku curiga, sepertinya cewek plin-plan itu cerita kalau selama liburan kemarin aku terus-terusan neror dia.
Cewek plin-plan itu  namanya Ovy, dia adalah siswi kelas XII. Aku menyebut dia cewek plin-plan karena dia itu aneh. Disini bilang A, disana bilang B. Kemarin bilang A, sekarang bilang B.
Dia pernah bilang ke Dika (cowok yang aku sebut cowok gila), kalau dia belum pernah pacaran, tapi dia bilang ke temannya sendiri kalau mantannya ada enam puluh. Dan bahkan aku pun tahu salah satu mantannya yang katanya masih dia sayang.     
Dilain hari, dia pernah bilang kalau dia suka dengan alumni sekolahku. Tapi dia juga bilang kalau dia ngincar dua orang temanku yaitu Akbar dan Dika. Aku sebel karena kenapa dia lebih cenderung ke Dika.
Dia selalu bersikap sok baik, sok lugu, dan sok polos. Padahal dia itu cewek penipu yang nggak tahu malu. Aku heran kenapa banyak cowok yang tertipu dengan sikap dan paras si Ovy, termasuk Dika. Yaahhh..mungkin karena mereka belum tahu siapa Ovy itu.
            Sebenarnya aku sayang banget sama Dika, bahkan sampai sekarang. Tapi aku jengkel, Aku sakit hati, aku kecewa sama dia. Dia Cuma bisa janji, janji, dan janji. Dia selalu mengelak dari kesalahannya. Aku kecewa sama dia.
            Biarpun aku sayang sama dia,tapi aku ingin menghancurkannya karena aku juga membencinya, aku ingin selalu membuat dia marah. Aku ingin membuat dia merasakan sakit hati, aku ingin suatu saat nanti dia sadar kalau si Ovy bukan cewek  yang baik, aku ingin dia menyesal dengan apa yang dia lakukan kepadaku. Aku JANJI, aku akan balas semuanya.
            Aku jenuh dikelas. Aku ingin kekamaar untuk tidur sebentar. Itu lebih membuatku nyaman daripada dikelas, melihat Dika ngobrol berdua dengan Ovy diluar kelas.
            Aku lewat didepan mereka dengan menatap sinis lalu memalingkan panangan.
“Riani..!” aku mendengar Dika memanggilku.
“Ehm?” Aku hanya menghentikan langkahku tanpa menolehnya.
“Kenapa liburan kemarin nomor hp mu nggak aktif? Kamu ganti nomor?”
“Ngapain sih tanya-tanya? Emang penting buat kamu?”
            Setelah menjawab pertanyaannya, aku kembali melanjutkan langkahku. Aku tidak peduli biarpun jawabanku tidak memuaskan dan bahkan mungkin menjengkelkan.
Dibawah tangga kelas, aku melihat Anisa dan Azizah hendak naik ke kelas.
            “Ri, gimana, berhasil?”
“berhasil dong, Zah...Dan aku juga berhasil neror si Ovy. Ha ..ha..ha....”
“bisa nge-hack nih sekarang...tapi Fb ku jangan di hack juga ya.. Btw, waktu kamu neror si Ovy, tanggapannya gimana?”
“Bisa dong...Tenang aja Zah..aku nggak akan nge-hack fb orang yang baik dan sering membantu aku. Mm...kalau masalah Ovy, nanti aja ya, soalnya ceritanya panjang. Aku mau kekamar, jenuh dikelas.”
“Tapi janji ya..nanti kamu harus cerita.”
“Oke. Ya udah, Zah, An, aku kekamar dulu. Bye...”

            Saat aku berjalan dengan santai, tiba-tiba aku mendengar ada suara wanita yang memanggilku dari atas. Dan aku pun menoleh ke atas.
“Apa?” Aku sedikit terkejut karena yang memanggilku adalah Ovy.
“Aku nggak nyangka kalau kamu kayak gitu.” Setelah bicara begitu, dia langsung pergi.
“Aneh, maksudnya apa coba?  Dasar Setres. Huft..!”
           
            Saat aku tiduran dikamar, entah mengapa aku teringat dengan apa yang dikatakan Ovy. Maksud dia apa bicara seperti itu.
“Apa dia mendengarkan apa yang aku bicarakan dengan Anisa dan Azizah ya...?” Gumamku dalam hati.
            Lama-lama aku tidak memikirkan itu lagi. Aku membiarkan fikiran itu berlalu. Sekarang aku mau tidur dulu meskipun hanya sepuluh menit karena setelah itu harus kembali kekelas. Biarpun tidak ada pelajaran, aku tetap harus kembali kekelas, siapa tahu saja ada wali kelas masuk.
            Setelah aku bangun aku langsung kekelas. Aku tidur terlalu nyenyak. Aku tidur selama dua puluh lima menit. Aku berjalan cepat menuju kekelas. Dan ketika sampai ditangga, aku langsung berlari. Siapa tahu dengan lari ditangga, berat badanku bisa sedikit turun. Sebenarnya aku nggak gemuk, hanya saja aku ingin berat badanku turun lagi.
            Langkahku terhenti seketika karena tiba-tiba Dika dan Ovy muncul dihadapanku dengan tatapan aneh.
            “Kalian ngapain sih? Ganggu jalan orang tau!”
“Kamu baru diganggu jalannya aja marah, gimana kalau hidupmu dan privasimu diganggu orang?”
“Ya aku marah lah!  Emang tuh orang kurang kerjaan apa ganggu hidup ku, apalagi privasiku??!! Minggir! Aku mau lewat!”
            “Kamu jelaskan semua ke kita dulu, setelah itu kamu boleh pergi.” Ovy meyuruhku menjelaskan sesuatu yang aku tidak tahu apa masalahnya.
            “Jelasin apa coba? Dasar gila. Minggir!” aku mendorong pundak kiri Ovy
“Riani!!” Dika memanggilku dengan nada tinggi.
Spontan aku menghentikan langkahku dan menoleh kearahnya.
“Apa lagi sih?”
Perlahan Dika berjalan mendekatiku.  Aku hanya memalingkan pandangan dengan sinis.
“Bisa sopan nggak, kalau sama kakak kelas?”
“Aku bersikap seperti orang bersikap. Ovy aja orannya nggak punya sopan santun, suka ganggu kebahagiaan orang. So, ngapain  aku harus sopan sama cewek kayak dia.”
            ”Kalau punya mulut dijaga, ya?!”
“Sudalah, Dik. Nggak papa kok.”
“Tapi dia nggak sopan sama kamu. Kamu itu lebih tua dari dia, dan kamu kakak kelasnya dia.”
“Sudahlah, nggak papa.”
            “DASAR TOPENG! Pinter banget sih tuh cewek.” Gumamku dalam hati ya sudah sangat muak dengan sandiwaranya.
            “Riani, disini aku nggak mau ngomong banyak sama kamu, aku cuma mau tanya sama kamu. Apa alasan kamu neror Ovy, dan nge-hack fb ku?”
“Maksud kamu apa sih? Aku nggak tau apa-apa tentang itu. Kurang kerjaan aja ngurusin begituan.”
            Aku heran, kenapa Dika bisa tahu kalau aku yang melakukan itu semua. Apa mungkin firasat ku benar, kalau misalnya Ovy mendengar apa yang aku bicarakan dengan Anisa dan Azizah, lau dia adukan semua itu ke Dika.
            “Kurang kerjaan?? Berarti emang benar kalau kamu itu kurang kerjaan. Kamu nggak usah mengelak, Aku sma Ovy sudah tau semua, kalau kamu suka ganggu hidup orang dan PRIVASI orang.”
            Aku hanya terdiam. Aku bingung harus jawab apa.
“Udalah Ri, kamu jujur aja dan kasih alasan kenapa kamu neror aku dan nge-hack.............”
            “Oke!!! Emang aku yang ngelakuin itu semua. Terus kalian mau apa?!!!
“Maksud kamu apa ngelakuin itu semua??!!!
“Itu karena aku nggak suka kalau kamu deket-deket sama Ovy Da itu bukan cewek yang baik. Dia itu plin-plan, penipu, kamu nggak tahu dia sebenarnya, kamu nggak tahu rencana dia. Aku nggak mau orang yang.....orang yang........”
            “Orang yang apa??!!!”
“orang yang aku sayang jatuh dalam perangkapnya, dan yang nantinya akan sakit hati atau  kecewa cuma gara-gara cewek kayak dia!!!”
            “Sayang?? Sayang apa maksud kamu? Aku justru merasa kalau kamu benci sama aku. Aku menyesal pernah baik sama kamu, dan aku bersyukur karena aku nggak jadi suka sama kamu! Belum apa-apa aja, kamu udah kayak gini!”
            Mataku menatap tajam matanya. Aku sakit hati dengan kata-kata yang terakhir dia ucapkan. Aku menahan air mata ku agar tak jatuh, biarpun saat itu hatiku sudah menangis dan menjerit karena kata-katanya yang sangat menusuk.
            “Aku nggak nyangka kamu bisa ngomong sepereti itu. Aku kecewa sama kamu. Semua yang dulu pernah kamu katakan adalah omong kosong belaka.”
            “Anggap saja kalau aku nggak pernah berkata dan berjanji apa-apa. Kata-kata yang seperti dulu pernah aku katakan tidak pantas diberkan untuk orang seperti kamu! Pantas saja orang yang kamu suka di masa SMP mu tidak membalas rasa sayangmu, itu karena memang kamu nggak pantes dapat itu semua. Kamu itu cewek licik!”
            “Oke, kalau memang kamu seperti ini. Tapi asal kamu tahu, aku nggak terima dengan semua kata-katamu. Ingat!! Aku akan balas semuanya!!!”
            Aku sudah tidak sanggup lagi melihatnya. Aku langsung masuk kedalam kelas dengan hati nyang hancur. Hari ini adalah hari yang sangat buruk. Aku sangat membenci hari ini. Tapi aku tidak akan melupakan hari ini seumur hidupku.
            Dibangkuku, aku hanya menunduk, dantanpa kusadari kalau air mataku menetes. Azizah, Anisa, Via, dan Camellia datang menghampiriku.
“Riani, kenapa nangis..???” Tanya Camellia dengan lembut.
“Kamu kenapa, Ri?” Via bertanya dengan tegas.
Aku bingung harus jawab apa, kalau aku jujur, pasti mereka akan marah sama Dika, apalagi Via. Dia bisa melakukan apa saja kalau sudah marah.
            “Aku nggak papa kok, Cuma kangen sama ortu aja.”
Terpaksa aku berbohong dengan mereka. Untung saja mereka percaya dengan alasanku. Tapi aku melihat Via sepertinya dia tidak percaya dengan apa yang aku katakan.
            “Aku kekamar mandi dulu ya.. malu kalau nangis disini..”
Aku meninggalkan mereka dibangkuku. Aku nggak mau mereka curiga kalau sebenarnya aku menangis bukan karena orang tua.
            Saat aku menangis, aku berfkir untuk apa aku menangisi orang seperti itu. Akupun segera mengusap air mataku.
            “Jadi gini ya, yang namanya Riani itu?” ada salah satu temanku berjalan dengan Dika, dia menatapku dengan tatapan ilfeel. Apa mungkin Dika menceritakan masalah ini pada teman-temannya.
            Hal itu benar-benar membuatku semakin marah. Aku tidak peduli dengan apa yang dia katakan. Aku terus melanjutkan langkahku menuju kamar mandi.
            Aku benar-benar tidak menyangka orang yang aku sayang sepert ini. Aku kira dia sadar dan akan meminta maaf, tapi ternyata dugaanku salah.
            Setelah dari kamar mandi, aku tidak kembali kekelas lagi. Aku langsung pergi kekamar. Aku ingin memenangkan diri dikamar karena aku tidak mau melihatnya lagi.
            Lama kemudian, semua temanku sudah kembali kekamar. Aku bersaha untuk terlihat ceria seperti biasanya. Aku tidak mau memperlihatkan kesedihanku. Aku akan berusaha merahasiakan apa yang aku rasakan saat ini.
            Hari ini kegiatan-kegiatan diasrama mulai kujalani lagi seperti biasanya. Aku berharap ini semua segera berakhir. Aku benar-benar tidak betah berada disini. Apalagi ada masalah seperti tadi.
            Ketika Sore hari, aku berpura-pura sakit. Aku mengatakan pada teman-temanku kalau kepalaku pusing. Aku berbohong seperti itu karena aku ingin break dari kegiatan–kegiatan asrama yang begitu berat.
            Seharian aku hanya merebahkan diri dikasur. Sebenarnya aku merasa jenuh jika hanya diam tanpa gerak. Lalu aku memutuskan untuk melanjutkan menulis ceritaku yang sudah ku buat sejak kelas IX.
            Ketika semua kegiatan sudah selesai, teman-teman kembali kekamar untuk tidur. Mereka tidak boleh tidur terlalu malam, maximal hanya sampai pukul 22.00. itu bertujuan agar besok mereka bisa bangun di waktu yang ditentukan, yaitu pukul 03.30 dan bisa melakukan kegiatan dengan baik.
            Aku tidur disebelah Via dan Anisa. Sebelum tidur, Anisa selalu menggangguku.
“Eh, Ri, kamu bisa sakit? Tumben?” Anisa selalu bertanya seperti itu ketika aku sakit.
“Aku kan manusia, ya bisa sakit lahhh....Aku mau tidur. Jangan ganggu aku.”
“Huft! Kalau ngantuk aja nggak mau diganggu, coba kalau nggak ngantuk, pasti gangguin orang melulu.”

________----_______

            Seperti biasanya, pengurus membangunkanku dan yang lain pada pukul 03.30. Untung saja aku tidak tidur terlalu malam, jadi hari ini aku lebih mudah dibangunkan. Dan aku bisa melakukan kegiatan dengan lebih fresh.
            Setelah kegiatan selesai, aku mulai bersiap-siap pergi ke sekolah. Ya, beginilah kegiatan ku sehari-hari di asrama, sangat membosankan.
            Setelah semua siap, aku danteman-temanku berangkat sekolah. Kita semua langsung masuk ke keles tanpa melakukan apel bersama seperti dihari pertama. Dan hari ini wali kelasku masuk ke kelas untuk mengadakan pemilihan pengurus kelas.
\           Setelah selesai pemilihan, wali kelasku kembali kekantor. Kelaspun menjadi menjenuhkan lagi karena tidak ada kegiatan didalamnya.
            “Hello semua..! Aku punya mangga nih....kita makan yuk..! daripada nganggur mendingan makan mangga.” Tiba-tiba Izza masuk dengan membawa beberapa mangga.
“Waahhh..!!! pintar banget kamu, ya udah, ayo kita makan.”           
Aku dan teman-temankupun makan mangga bersama-sama. Dan setelah mangganya habis, teman-temanku menyuruhku mencuci pisau yang telah dugunakan untuk mengiris mangga tadi.
Sebenarnya aku males banget disuruh mencuci pisaunya karena harus naik turun tangga, capek. Tapi nggak papa lah, lagi pula aku juga mau mengambil minum dikamar.
Saat aku keluar kelas, aku melihat Dika dan Ovy sedang ngobrol berdua. Huft, rasanya ingin kubunuh saja dengan pisau yang aku pegang saat ini.
“Ri, mau kemana?
Aku heran, kenapa Si Ovy menyapaku? Apa dia hanya ingin cari muka? Aku tidak memperdulikan Ovy, dan aku tidak menjawab pertanyaannya.
            “Kalau di tanya itu dijawab.”
Kenapa sih setiap kali aku bersikap tidak enak dengan Ovy, Dika selalu tidak terima? Sebel deh..!
            “Ovy, kamu itu ngapain sih pakek nyapa aku segala? Sok baik! Mau cari muka ya kamu?!”
“Kamu kok ngomongnya gitu sih? Aku kan berniat baik, cuma ingin nyapa kamu aja.”
“Hallah! Ngaku aja kalau mau cari muka, aku tuh tahu semua rencana kamu.”
            Aku melihat Ovy sudah mulai marah. Matanya melotot menatapku.
“Nggak usah melotot, biasa aja kalau lihat.” Ucapku sinis.
“He, Riani, lama-lama kamu kok semakin nggak sopan sih sama kakak kelas? Aku ini bicara baik-baik sama kamu.”
“Itu urusanku. Masalah?”
“Kamu tuh ya........?”
            Ovy terlihat sudah benar-benar marah. Tangannya sudah mulai melayang dan terkena wajahku. Dan saat itu tanganku yang sedang memegang pisau reflek kuarahkan diwajahnya. Spontan Dika menahan tanganku agar pisau itutidak benar-benar terkena Ovy.
            Ovy terlihat sangat ketakutan. Dia mendekatkan badannya kebadan Dika. Itu membuatku semakin kesal dan semakin berusaha agar pisau yang aku pegang bisa benar-benar terkena wajahnya.
            Aku terus berusaha melepaskan tanganku dari Dika.  Tapi sayang, Dika berhasil menagmbil pisau itu dan entah sengaja atau tidak pisau itu mengenai dadaku bagian atas sebelah kiri. Dan aku pun reflek melepaskan pisau itu.
            “Aaaauuuuww...!” Aku sedikit menjerit karena itu terasa sakitdan darah pun mulai mengalir dari situ.
“Ya ampun! Riani, maaf, aku nggak sengaja.” Dika terlihat sangat menyesal.
            Aku tidak peduli biarpun dia menyesal. Aku benar-benar kecewa dan sakit hati dengan perbuatannya yang tidak hanya meyakiti hati tapi juga menyakiti fisik. Dia melakukan itu hanya demi membela seorang wanita yang membohonginya.
            Aku memegang lukaku dan berlari turun dari kelas. Aku heran. Kenapa dia tidak mengejarku dan meminta maaf. Apa mungkin dia sengaja melakukan ini semua. Baiklah, jika ini yang akan membuatnya bahagia dan tenang aku akan pergi. Tapi biarpun aku pergi, aku akan tetap menepati janjiku bahwa aku akan MEMBALAS semuanya.
            Hari itu juga aku kabur dari sekolah dan juga asrama. Untung saja satpam tidak mecegahku. Aku berlari menyusuri jalan. Aku tidak tahu harus pergi kemana. Aku benar-benar bingung. Tidak mungkin aku kembali kerumah saudara-saudaraku karena mereka akan memarahiku jika tahu aku kabur dari asrama.
            Aku berjalan dengan menunudukkan kepala. Itu membuatku tidak sadar kalau ada mobil yang melintas didepanku dan akan menabrakku. Aku berusaha menghindar tapi semua itu terlambat.
            Mobil itu telah menabrakku sehingga aku sedikit tidak sadarkankan diri. Kepalaku terasa sangat pusing. Tapi aku masih bisa melihat yang ada disekitarku.. Aku melihat ibu-ibu turun dari mobil yang menabrakku. Dia meminta bantuan orang-orang yang ada disitu untuk membawaku kedalam mobilnya. Dan setalah berada didalam mobilnya, aku sudah tidak sadarkan diri lagi dan aku tidak tahu apa yan terjadi setelah itu.
________----________

            Aku merasa sangat berat saat membuka mata. Sekelilingku terlihat samar. Aku tidak tahu dimana diriku saat itu. Saat aku melihat kesamping, aku melihat ibu-ibu yang menabrakku tadi berada disebelahku sedang tertidur.
            Aku memegang tangannya dengan pelan. Dia pun terbangun dan terlihat sangat bahagia.
“Kamu sudah sadar, nak?”
“Saya dimana?” tanyaku bingung dengan memegang kepalaku yang saat itu tersa sangat pusing.
“Kamu dirumah sakit. Tadi saya tidak sengaja menabrak kamu. Lalu saya membawa kamu kesini. Kamu tidak apa-apa kan?”
“Iya, saya ingat sekarang. Saya tidak apa-apa. Terimakasih karena telah membawa saya kesini.”
“Sama-sama, nak. Saya juga minta maaf karena sudah menabrak kamu.”
            Ibu-ibu itu sangat baik, selama dirumah sakitdia terus merawatku. Dia bersikap seperti ibuku sendiri. Hanya saja sampai saat itu aku belm tahu siapa namanya.
            “Nama Tante siapa?”
“ Oh ya, saya lupa. Nama saya Lita. Nama kamu siapa?”
“Nama saya Riani. Terimaksih karena Tante sudah baik sama saya.Dan tante yang selalu merawat saya selama berada disini.”
“Tidak apa-apa Riani, kamu menjadi seperti ini itu karena saya. Jadi saya yang harus merawatkamu sampai kamu sermbuh.”
            “Boleh saya minta alamat kamu dan nomor telepon keluarga kamu?”
“Untuk apa, Tante?”
“Untuk mengabari keluarga kamu kalau............................:
“Tidak usah, mereka tidak perlu tahu keberadaan saya.”
“Memangnya kenapa, nak?”
“Ceritanya panjang Tante.”
            Setelah empat hari berada dirumah sakit, dokter mengizinkan aku untuk pulang. Aku pulanh keruma Tante Lita.Dia mengizinkan aku tinggal dirumahnya sampai aku benar-benar tenang.
            Tante Lita adalah orang kaya. Rumahnya sangat besar. Tapi sayang, rumahnya sangat sepi. Seprtinya dia tinggal sendiri dengan pembantu-pembantunya.
            Dia mengajakku masuk kedalam rumahnya. Dan dia juga mengantarkanku kekamar yang nantinya akan aku tempati selama tinggal drumahnya. Kemudian dia mengajakku keruang keluarga.
            “Nak, maukah kamu menceritakan apa yang kamu alami pada saya?”
“Gimana ya........”
“Saya janji tidak akan memberitahukannya kepada siapapun.”
“Baiklah, saya akan bercerita.”
            Aku menceritakan semua kepada Tante Lita.  Tentang  orang tuaku, tentang masalahku dengan saudara-saudaraku, bahkan tentang Dika. Tidak ada yang aku tutup-tutupi lagi saat itu.
            “Kamu yang sabar ya, nak. Suatu saat kamu akan bisa bersama lagi dengan orang tuamu. Biarpun kebahagiaan itu tidak utuh seperti dulu. Dan semoga masalah dengan saudara-saudaramu segera selasai.”
“ Maksih, Tante.”
            Tante Lita memelukku seperti memeluk anaknya sendiri. Entah mengapa aku merasa kalau tante Lita sangat menyayangiku dengan tulus.
            “Oh ya, tadi kamu bilang kalau kamu ingin membalas perlakuan Dika ke kamu? Kamu bilang kalau kamu ingin membuat dia menyesal?”
“Iya, Tante. Tapi saya masih bingung bagaimana caranya.”
“saya akan membantu kamu.”
“Beneran, Tante?”
“Iya, sayang. Saya akan membantu kamu.”
“Makasih, Tante.”
            Aku memeluk tante Lita. Aku sangat bahagia bisa bertemu dengan orang sebaik dia.
“Riani, suami saya sudah meinggal dua tahun lalu. Dan dari dulu saya belum pernah punya anak. Dan saya senang sekali dengan kehadiran kamu. Saya sudah menganggap kamu seperti anak saya sendiri. Saya harap kamu mau menganggap saya sebagai orang tua kamu sendiri.”
            “Tante yang sabar ya.. Iya Tante, saya sudah menganggap tante sebagai ibu saya sendiri.”
“Makasih, sayang. Maukah kamu memanggil saya............ Mama?”
“Mmmm.......i....iy..iya..Ma....ma.”
            Tante Lita terlihat sangat bahagia. Aku senang bisa membuatnya senang. Dan aku juga bahgia memiliki seorang Mama seperti Mama Lita.
            Selama aku hidup dengan Mama Lita, dia banyak membuat aku berubah. Dia membantuku berubah jauh dari Riani yang dulu. Baik dari fisik maupun sifat. Mama Lita merubah ku dari ujung kaki sampai ujung rambut menjadi jauh lebih cantik dari sebelumnya. Dan menjadi wanita yang lebih tegar dan kuat dari sebelumnya. Hampir setiap hari dia selalu membawaku ke salon untuk melakukan perawatan.
            “Anak Mama sekarang sangat cantik. Beda dari yang dulu.”
“Makasih Ma.. Oh ya, Ma, aku ingin tidak ada yang tahu kalau aku Riani.”
“Sayang, sekarang kamu sudah beda, jadi nggak akan ada yang tahu kalau kamu itu Riani. Apa kamu perlu ganti nama?”
“Sepertinya itu perlu, ma. Tapi ganti apa ya..???”
Mama Lita bingung mencarikan nama baru untuk aku.
“Gimana kalau Mama kasih kamu  nama............Hanny?”
“Hanny?? Nama yang bagus. Makasih, Ma.”
“Jadi, nama kamu sekarang adalah..Hanny.”
Dirumah, Mama Lita merundingkan tentang dimana aku akan melanjutkan sekolah. Dia memberiku kebebasan untuk memilih sekolah. Dan akupun telah mengambil keputusan tentang sekolah mana yang aku pilih. Dan Mama pun setuju dengan pilihanku.
Di sekolah baruku, aku memulai kehidupan baru. Aku banyak merubah diriku. Yang dulunya aku sangat tidak suka berolah raga, sekarang aku mulai belajar bermain basket, volly,  dan dance.
Bagiku basket dan volly tidak terlalu sulit. Permainan itu hanya membutuhkan konsentrasi tinggi. Dan bagiku yang sangat sulit adalah belajar dance karena tubuhku sangat kaku untuk digerakkan. Biarpun begitu aku tidak menyerah, aku terus berlatih dan berlatih.
Aku juga mencoba belajar memainkan alat musik, yaitu gitar dan piano. Dan akhirnya aku pun bisa memainkannya dengan baik. Itu karena aku tidak pernah berhenti berlatih. Dan karena dukungan Mama Lita juga yang membuat aku berhasil.

Beberapa  tahun kemudian.....................

            Selama aku menjadi seorang Hanny, hidupku selalu terpenuhi tanpa ada kekurangan sedikitpun. Aku merasakan kebahgiaan yang luar biasa. Aku diberikan kebebasan untuk memilih apapun. Biarpun aku diberi kebebasan, aku masih tetap terjaga dan tidak menyalah gunakan kebebasan itu.
            Tak terasa aku sudah menjadi seorang mahasiswa di sebuah kampus yang aku impikan selama ini. Yakni, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Dikampus, aku memiliki sahabat bernama Nita. Dia adalah orang yang selalu ada buat aku. Dia adalah sahabatku yang sangat aku sayangi. Biarpun terkadang dia sedikit menyebalakan.
            Nita bilang, dikampus banyak mahasiswa yang suka dengan ku dan ingin menjadi pacarku. Tapi aku selalu berkata pada Nita kalau aku tidak mau masuk kedalam dunia cinta lagi.
            Sampai saat ini tidak ada yang tahu siapa aku sebenarnya. Dan terkadang aku pun lupa tentang diriku  yang sebenarnya.
            Aku menjalani hidup sebagai seorang Hanny adalah sesuatu yang sangat menyenangkan daripada sebagai seorang Riani.
________----_______

Sampai jam segini aku belum melihat Nita, biasanya aku melihat dia sudah tiba dikampus lebih awal sebelum aku. Tapi kenapa sekarang aku belum melihat dia? Mungkin perjalanan macet yang membuat dia datang kekempus sedikit terlambat.
Daripada sendiri, aku pergi ke taman kampus. Aku ingin bermain gitar disana.
Saat aku berjalan ke taman kampus, tiba-tiba ada orang yang menabrakku.
“BRUUKK!!!” Dia membuat gitar yang aku pegang jatuh.
            “Ya ampun, bisa hati-hati nggak?”
“Maaf, aku nggak sengaja.” Laki-laki itu mengambilkan gitarku yang jatuh.
“Ini gitarmu. Maaf ya..” Laki-laki itu memberikannya padaku.
“Iya, nggak pa-pa”     
Ketika aku ingin mengambil gitarku darinya, entah mengapa dia justru menahan gitar itu dan tidak mau melepaskannya. Pandangan matanya lurus kearahku. Aku bingung, sebenarnya apa yang ada dalam pikirannya saat ini.
            “Bisa tolong berikan gitar ini padaku?”
Laki-laki itu tidak menghiraukan kata-kataku. Dia tetap terus memandangku. Hingga akhirnya aku melihat salah satu temanku lewat didekatku.
            “Rafi, bisa minta tolong kamu suruh dia melepaskan gitarku?”
Rafi pun menoleh ke arah laki-laki yang memegang gitarku. Kemudian dia menepuk pundak laki-laki itu dan menyuruhnya melepaskan gitarku.
            “A..mm..mmm.. ini, aku minta maaf.”
“Kamu suka sama gitarku ini?”
“Mmm..suka?? iyy..iya..bagus kok, bagus.”
“Ya udah, kalau kamu mau, ambil aja, dirumah masih ada yang lain.”
            Aku memberikan gitarku pada laki-laki itu. Sebenarnya itu adalah gitar kesayanganku. Tapi, tak apalah, berbagi. Dan setelah itu aku meninggalkannya dan kembali mencari Nita.
            “Siapa dia?”
“Ngapain tanya-tanya? Suka?”
“Cantik banget.”
“Ya, ya, ya. Namanya Hanny. Dia adalah mahasiswi tercantik dan terpopuler dekampus ini. Tapi satu hal yang sampai sekarang  bikin cowok-cowok disini bingung dengan dia......”
“Apa?”
“Dia paling susah dideketin sama cowok.”
“kenapa?”
“Aku punya pacar namanya Nita. Dia adalah sahabat Hanny. Nita bilang kalau Hanny trauma sama yang namanya cowok.”
“Apa dia dulu pernah sakit hati sama cowok?”
“Bisa jadi seperti itu.”
“Gila. Aku heran siapa cowok yang berani-beraninya nyakitin cewek kayak dia??”
“Kenapa tiba-tiba kamu jadi membela dia? Kamu beneran suka sama dia?”
“Mungkin.”
“Huh, terserah deh. Aku nggak bisa melarang kamu. Good luck aja. Semoga berhasil mendapatkan hatinya.
“Thanks bro. Aku pasti bisa dapatkan dia”.

________----________

            “Nita mana sih...?” Gumamku dalam hati.
Aku lelah mencari Nita. Tidak mungkin aku mengelilingi kampus sebesar ini. Lebih baik aku menunggu dia ditaman kampus.
            “Hey.!! Pasti nungguin aku, kan?” Tiba-tiba Nita muncul dari belakang dan menepuk pundakku.
“Huft..!! Darimana aja sih?!”
“Maaf, tadi aku bangun kesiangan.”
“Dasar tukang tidur..!! Ayo  masuk kekelas..! nanti keburu keduluan sama dosennya.”
“Yuk..!! Oh ya, Han, nanti sepulang kuliah, ada yang mau aku bicarakan.”
“Bukan masalah cowok, kan?”
“Mmmmm..... nanti aja lah, kamu kan tahu sendiri.”
“Ok.”
            Kukira Dosen nya sudah datang lebih dulu, ternyata dugaanku salah. Aku pun duduk dibangku dengan membaca cerita-cerita yang sudah kubuat. Membuat sebuah cerita atau karangan adalah hobiku. Aku sudah sering membuat cerpen atau novel. Tapi sayangnya dari semua cerita yang aku buat, belum ada satupun yang aku terbitkan. Padahal kata teman-temanku, cerita-ceritaku bagus dan pantas untuk terbit.
            “Hy..!!” Sepertinya ada yang menyapaku dan berdiri didepan bangkuku.
“Kamu??? Ngapain?” ternyata dia adalah pria yang tadi menabrakku.
“Nih, gitar kamu. Aku emang suka, tapi aku nggak mau  memintanya dari kamu. Karena aku yakin kalau ini adalah barang kesayangan kamu. Iya, kan?”
“A..emm..mm...”
            “Kok dia bisa tahu, ya..?????” Pikirku.
 “Maaf, tadi aku telah memakainya sebentar untuk belajar memainkannya.”
“Kamu nggak bisa?”
“Nggak, kalau kamu nggak keberatan.....kamu mau nggak bantu kau belajar main gitar?”
            “Bantu aja nggak pa-pa. Kalau punya ilmu harus dibagi.” Lagi-lagi Nita muncul secara tiba-tiba.
“Mmmm....gimana ya.....?”
“Kalau nggak bisa, nggak pa-pa kok. Mingkin kamuemang lagi sibuk. Ya udah aku kesana dulu yah. Bye.”
            Aku masih belum bisa menjawab iya untuk tawarannya.
“Han, kamu kok nggak mau bantu dia sih?”
“Aduhh..gimana ya....bukannya aku nggak mau bantu dia...tapi................”
“Tapi apa?”
“Aku aja belum kenal siapa dia?”
“Salah siapa nggak mau kenalan.”
“Kenalan??? Ih, males ah! Masa’ aku dulu yang ngajak kenalan?? Aku kan cewek, gengsi tau.”
            “Selamat pagi semuanya..... Saya minta maaf karena saya telat. Tadi ada urusan yang sedikit rumit dan harus segera diselesaikan..” Dosenku sudah masuk kedalam kelas.
            “Eh, Nit, ada dosennya tuh..!! balik ketampat dudukmu, gih..!”
“Oke. Pokoknya ingat, nanti setelah kuliah.”
“Iya..iya...”
            Ketika materi berlangsung, aku sedikit tidak berkonsentrasi. Aku masih memikirkan pria tadi. Aku bingung, aku harus bantu dia atau tidak. Kalau nggak mau, aku nggak enak sama dia, dia kan juga ingin bisa. Tapi kalau aku mau, aku aja masih nggak kenal sama dia.
            Setelah kuliah selesai, Nita datang lagi ke bangkuku.
“Yuk, ikut aku..!
“Kemana? Katanya mau ngomong sesuatu?”
“Ya ini mau ngomong. Tapi nggak disini. Kita pergi ke restoran apa kemena kek? Aku kan juga laper....”
“Ya udah deh, ayo...”
“Tapi kamu yang traktir ya...”
“Terserahlah. Ayo.”
            Aku pun menuruti kemauan Nita. Dan kita pergi ke restoran yang lokasinya lumayan jauh dari kampus.
            Sesampainya direstoran, Nita yang nencarikan tempat duduk dan memesankankan makanan untuk kita. Nita itu kalau masalah makan nomor satu. Tapi tetap saja dia susah gemuk karena seminggu sekali dia selalu pergi ketempat fitnes dengan kakaknya.
            “Kamu mau ngomong apa?”
“Han, apa sampai sekarang kamu masih nggak mau membuka hati untuk seseorang?”
“Maksudnya? Seseorang siapa?”
“Ya....seseorang...terserah kamu. Aku kan sudah sering biilang kekamu kalau banyak yang suka sama kamu.”
“Banyak?? Emang siapa aja? Perasaan Cuma ada satu? Cuma Rian aja, kan?”
“Ya itu kan yang kamu tahu.. Dan Cuma Rian aja yang berani ngungkapin langsung ke kamu.”
“Emangnya yang lain ada ya?
“Nggak cuma ada lagi, tapi banyak. Udahlah, Han.. lupakan masa lalu mu, kamu harus bangkit. Masa’ cewek kayak kamu sampai sekarang masih singel aja? Kamu itu cantik, kaya, berbakat lagi.”
            Mendengar kata-kata Nita, aku hanya bisa diam. Aku bingung harus jawab apa. Jujur, aku masih trauma dengan yang dulu. Aku sudah gagal dua kali, dan aku sudah tersakiti dua kali. Aku nggak mau semua itu terulang lagi.
            “Nita,  Hanny, kalian ada disini?”
“Rafi?? Kesini sama siapa?”
“Sama temen lah..”
            “Ya’ellah..ada si Rafi, pasti sebentar lagi kamu bakal cuekin aku..”
“Ya ampun, Han... Mana mungkin aku nyuekin kamu.?”
“Mungkin aja, kan sudah ada sang kekasih datang.”
            “Makanya kalau jadi cewek jangan sombong-sombong dong.... Banyak yang suka kok pada di tolak.”
            Aku tersindir dengan kata-kata Rafi.
“Eh, jangan sembarangan ngomong ya..! kamu itu nggak tau masalahnya...!”
“Siapa bilang kalu aku nggak tau masalahnya? Kamu trauma kan sama yang............................”
            “ Hy, kalian pada ngumpul disini, nih?”
Aku sedikit terkejut melihat pria yang tadi datang. Apa mungkin dia kesini bersama Rafi?
            “Kamu??”
“Oh, hy.. kita ketemu lagi?”
“Kalian sudah pada kenal sekarang?”
“Belum sih, Raf. Tapi apa salah nya menyapa?”
            Aku bingung, belum juga sehari, tapi aku sudah bertemu pria ini tiga kali. Rafi mrngajak kita duduk ditempat yang sama. Kebetulan saja tadi Nita mendapat tempat duduk yang untuk berempat.
            “Nama kamu Hanny, kan?’
“Kok tau?”
“Aku tau dari Rafi.
“Oh ya, kamu anak baru ya?”
“Iya. Tapi untungnya belum lama disini aku sudah ketemu sama teman sebaik Rafi.”
            “Ya, iya dong...Rafi gitu loh... Nggak usah kaget kalau aku baik..udah dari dulu. Kalau aku nggak baik mana mungkin Nita mau sama aku? Iya, kan, Sayang?”
“Apaan sih kamu?” Nita memukul Rafi yang sudah mulai ke-PD-an itu.
            Aku melihat pria itu berbisik-bisik dengan Rafi. Dan kemudian mata Rafi melirik kerahku. Aku jadi penasaran degan yang dia bisikkan.
            “Hanny, masa’ dia udah tahu nama kamu, tapi kamu belum tahu namanya, sih?” Sindir Rafi sambil merangkul pria yang duduk disampingnya.
            “Hanny bilang ke aku kalau dia gengsi memulai duluan...”
“Nita, apaan sih?!”
            Nita benar-benar membuatku malu. Pria itu sedikit tertawa mendengar kata-kata Nita.
“Ooohh..gitu ya.? Kenalkan, namaku...Han.” Pria itu memperkenalkan diri dengan memberikan tangannya untuk berjabat tangan.
“Han? Iyy..a.” aku tidak membalas jabatan tanagnnya.
            “Dasar cewek sombong..! Diajak berjabat tangan aja nggak mau.” Lagi- lagi Rafi selalu mengatakan kalau aku sombong.
“Itu urusanku..! Bisa nggak sih, sehari aja nggak bilang aku sombong?!
“Sudah, nggak usah ribut. Yuk makan..!” Nita menghentikan aku dan Rafi yang hampir ribut karena makanan yang dipesan sudah datang.
            “Han, Dulu kamu sekolah dimana?”
Aku dan Han menoleh bersamaan saat Nita menyebut nama “Han”.
“Kok, jadi noleh dua-duanya sih? Aku kan cuma manggil Han aja, bukan Hanny..?”
“Oops, sorry, kiarain manggil aku?”
“Udah sombong, GR-an lagi?”
            Rafi benar-benar menyebalkan. Nggak beda jauh sama Nita. Rafi seneng banget buat aku malu.
            “Kamu biasanya kalau manggil aku Han juga kan?”
“Tapi sekarang kan ada orang yang namanya Han juga? Lebih pasti pula. Kalau kamu kan Hanny?”
“Up to you.!”
            “Tuh kan, aku jadi lupa tadi tanya apa?”
“Kamu tadi tanya, aku dulu sekolah dimana?”
“Oh ya. Gara-gara Hanny, nih.......”
            Sebenarnya Rafi ini mau mancing kemarahanku atau apa sih? Dari tadi buat orang naik darah terus.
            “Aku dulu SMA di sebuah sekolah yang ada asramanya.”
“Asrama? Kayak pesantren aja?”
“Emang iya.”
            Tak sengaja aku memuntahkan makanan yang saat itu hendak masuk kedalam mulutku karena terkejut mendengar jawaban Han.
            “Uhuk..uhuk...uhuk..uhuk..!!!!”
“Kamu kenapa? Nggak papa kan?” Han terlihat khawatir ketika aku tersedak. Dia memberiku minum agar tidak tersedak  lagi.
“Nggak papa kok. Thanks.” Aku menerima minum yang Han berikan padaku.
            “Chiyyeeee....!! Perhatian banget......”
“Nita, apaan sih?”
“Han, baru kenal kok udah perhatian banget? Jangan-jangan............................”
“Nita, udah deh....”
“Biasa aja kali Han...ny. Nggak usah marah. Aku jadi bingung kalau mau manggil. Kalau manggil Han, dua-duanya noleh. Kalian jodoh kali ya?”
“Nita...!!”
“Oops! Salah ngomong ya?”
            Nita benar-benar menyebalkan hari ini.
“Han bilang, dulu diwaktu sekolah namanya bukan Han. Han itu nama barunya setelah menjadi mahasiswa. Tapi aku nggak tau siapa namanya dulu.”
“Raf, kok kamu bongkar sih? aku kan bilang kalau ini rahasia.”
            “Kenapa sih di rahasiakan? Kasih tau kekita dong...dulu nama kamu waktu sekolah apa? Biar aku nggak bingung kalau manggil kamu sama Hanny...”
“Oke lah. Dulu namaku.........................................................................................”
“Guys, aku pulang dulu ya, barusan Mama SMS, dia nyaruh aku pulang.”
“Loh, Hanny, kamu mau pulang sekarang?”
“Iya, maaf ya....”
“Ya udah aku ikut pulang juga. Antarin aku ke rumah dulu ya?”
“Ya udah cepetan..!” 
           
________-----________

Sesampainya dirumah, aku segera mencari Mama.
“Ma....Mamaa.....Aku pulang Ma.....!! Mama mana sih?”
“Non, kata Nyonya, Non disuruh kekemar Nyonya”
“Iya, bik. makasih.”
            Aku menemui Mama didalam kamarnya.
“Sayang, kamu sudah datang?”
“Ada apa, Ma? Nggak biasa-biasanya Mama nyuruh aku pulang cepat?”
“Ada yang Mama tanyakan ke kamu?”
“Apa, Ma?”
           Sebelum bertanya, Mama menghela  nafas panjang. Aku ingin tau, sebenarnya apa yang akan Mama tanyakan.
“Hanny, apa sampai sekaang kamu masih jomblo?”
“Kenapa sih, Ma?”
“Iya nggak papa. Mama Cuma tanya aja. Apa kamu masih trauma dengan yang namaya..............”
“Jangan sebut nama dia lagi!”
”Oh, Iya sayang. Maafkan Mama. Mama lupa.”       
            Aku selalu melarang Mama untuk membahas seseorang yang pernah menyakitiku. Aku ingin melupakan semua masa laluku tentang cinta. Karena menurutku, itu terlalu sakit untuk diingat.
            “Tok...tok..tok....!!!” Terdengar seseorang mengetuk pintu kamar Mama.
Aku pun segera membukakan pintu.
“Bibik..?? Ada apa?”
“Ada tamu yang mencari Non.”
“Aku?? Siapa dia? Cewek atau cowok?”
“Cowok, Non. Sepertinya dia belum pernah kesini sebelumnya.”
“Belum pernah kesini??? Siapa ya..??? Ya udah, bik, suruh dia masuk. Sebentar lagi aku akan turun.’”
“Baik, Non.”
            Tiba-tiba Mama merangkulku dari belakang dan tersenyum.
“Kamu tidak perlu berpura-pura?”
“Maksud Mama?”
“Dia pasti pacar kamu, kan? Kamu tidak usah membohongi Mama. Ayo kenalkan sama Mama..!”
“Sumpah, Ma. Aku belum punya pacar.”
“Ya udah, kalau gitu, ayo kita temui dia.”
            Aku penaansaran, siapa yang datang kerumahku. Mama mengajakku menemuinya bersasama.
            Saat aku sampai tangga, aku sedikit terkejut karena yang datang adalah dia.
“Kamu?? Ngapain kesini?”
“Hanny, ada temennya kesini kok tanya nya gitu...?”
            “Hanny, maaf karena aku membuatmu sedikit kaget. Aku kesini cuma mau tanya sesuatu.”
“Tanya apa?”
“Dulu kamu belajar gitar dimana? Aku ingin bisa bermain gitar kayak kamu.”
            “Ooohh..kamu ingin belajar gitar?”
“Iya, Tante.”
“Kenapa nggak belajar sama Hanny aja? Dia sudah sangat mahir
Memainkan gitar?”
“Tapi sepertinya Hanny masih sibuk, Tante.”
             Aduhh...Mama kenapa sih...? Kenapa dia malah nyuruh Han belajar gitar sama aku? Pakek bilang aku sudah mahir lagi?
            “Hanny, kamu sibuk apa sih, sayang? Ajarin dia dong.. Kan dia juga ingin bisa..?”
“Mmm..Ya udah deh. Aku ambil gitarku dulu. Kita belajarnya disamping kolam renang aja, ya?”
“Kamu mau ngjarin aku? Makasih banget, Han.....”
            “Ya udah, kamu tunggu di belakang, gih..!”
“Iya, Tante.”
“Oh ya, nama kamu siapa?”
“Nama saya Han, Tante.”
“Ohhhh....Ya udah, Han, Tante ke kamar dulu, ya.”
“I..Iya , Tante.”
             Setelah aku keluar dari kamar dan mengambil gitar, aku melihat Han sedang memegang fotoku dulu ketika aku masih jadi seorang Riani yang aku pajang di bufet ruang tamu.
              Aku langsung berlari turun dan mengambil paksa foto itu dari Han.
“Jangan lihat foto ini..!!!”
“Itu siapa?”
“Bu...bu..bukan siapa-siapa..!! Lupakan.!!! Ayo kita kebelakang sekarang.”
              Aku benar-benar gugup saat mengajarinya bemain gitar. Aku tidak pernah sedekat ini dengan seorang pria.
             Aku melihat Han seperti tidak berkonsentrasi dan memikirkan hal lain.
“Kamu memikirkan apa? sepertinya kamu tidak berkonsentrasi?”
“Hanny, apa aku boleh bertanya sesuatu?”
“Apa?”
              Han meghela nafaspanjang sebelum bertanya.
“Siapa cewek difoto tadi?”
“Kenapa kamu tanya tentang itu?”
“Aku merasa kalau aku mengenalinya, dan bahkan sangat mengenalinya.”
“Kenal? Maksud kamu?”
“Dulu....aku pernah..............................
            “Hallo, Sayang.......! Gimana belajarnya?”
“Mama?”
“Tante?”
“Kok, pada kaget sih? Saya ganggu ya?”
“Enggak kok, Tante.”
“Iya. Mama nggak ganggu kok.”
            “Han, gimana belajarnya? Sudah bisa?”
“Sedikit, Tante. Lumayan susah sih... Kalau nggak biasa, jari-jarinya bisa sakit ya..?”
“Dulu, Hanny hampir nangis kalau belajar gitar karena tangannya selalu terasa sakit. Tapi biarpun begitu, dia terus belajar dan berusaha. Hingga akhirnya sekarang dia sudah mahir.”
            “Waah..!! Kamu hebat ya, Hanny..!”
“Biasa aja kali. Nanti kamu pasti bisa juga kok.”
“Iya. Oh ya, Han, Tante, saya balik dulu ya, masih ada urusan. Sekali lagi makasih ya, Hanny, Tante.”
“Iya, nak. Lain kali kesini lagi ya.”
“Baik, Tante.”
            Aku bingung kenapa Mama bersikap sangat baik sama Han, padahal Mama baru kenal dia.
“Hanny, sepertinya Han itu anak yang baik?”
“Mungkin.”
“Mama setuju kalau kamu sama dia.”
“Mama mulai deh.....”
“Mama cuma ingin yang terbaik buat kamu, sayang..”
“Tapi aku baru kenal sama dia dan aku juga nggak suka sama dia.”
“Kalau kalian sering ketemu, pasti kalian bisa sama-sama suka.”
“Teserah Mama deh, aku mau tidur, ngantuk.”
            Aku meninggalkan Mama sendiri. Aku tidak suka kalau Mama sudah mulai seperti itu. Aku tahu kalau Mama seperti itu juga demi kebaikanku. Tapi jujur, aku masih belum bisa. Aku masih trauama.
________----________

            Hari ini, Nita tidak masuk kuliah karena ibunya sakit. Aku merasa kesepian dikampus. Rasanya sepi kalu nggak ada Nita. Tidak ada yang melucu seperti biasanya. Kalau aku tahu Nita tidak masuk hari ini, aku tidak akan datang kekampus lebih awal.
            Lalu aku memutuskan pergi kelapangan untuk bermain basket. Hari ini aku tidak masuk kelas untuk mengikuti materi. Aku ingin bermain saja.
            Ya, ya, ya. Aku bermain sendiri. Men-dribble bola sendiri, dan memasukkan bola ke ring sendiri tanpa ada lawan.Tiba–tiba aku melihat seseorang menangkap bola yang sedang kupantulkan.    
            “Boleh aku ikut bermain?”
“Han??”
“Nggak usah kaget. Aku cuma ingin bermain basket sama kamu. Boleh,kan?”
“Kamu nggak ikut materi?”
“Lagi males. Kamu?”
“Sama.”
“Ya udah, ayo kita mulai..!!”
“Oke, lempar bolanya..!!”
            Akhirnya aku dan Han bermain basket berdua. Tak apalah, biarpun hanya berdua, daripada sendiri.
            Cara memainkannya cukup bagus, tapi aku lebih mendapat sekor yang banyak dari dia. Padahal aku belum lama belajar bermain basket. Aku senang bisa mengalahkan lawan dalam permainan yang bagiku dulu sangat sulit.
             “Prok..prok..prok....!!!” Aku mendengar seseorang bertepuk tangan setelah kita selesai bermain.
             “Kalian bermain dengan sangat bagus.”
“Rafi?? Kamu kok disini? Nggak ikut materi?”
“Hanny, kamu kayak nggak kenal aku aja? Aku kan sering bolos.. lagi males..”
“Dasar..!”
             “Han, kamu kok bisa kalah sama Hanny, sih?”
“Yaa...emang Hanny lebih mahir dari aku mungkin?”
“Siapa bilang? Aku belum begitu mahir kok. Aku belajar basket baru dua tahun.”
“Oh ya? Tapi cara main kamu....aku kasih jempol deh....”
“Makasih......”
             “Ce’illehhh...malah romantis-romantisa-an..”
“Maksud kamu apa?”
“Han, aku bilangin ya, kamu kalah sama Hanny itubukan karena cara main Hanny lebih bagus. Orang Hanny nya aja baru belajar dua tahu n ini kok. Kamu kan udah bisa dari SMP, nggak mungkin lah kamu bisa kalah sama Hanny..”
             Aku heran sama Rafi, kenapa dia nggak terima banget kalau kalau aku yang menang.
“Terus, kalau gitu, apa penyebab aku bisa kalah sama Hanny?”
“Penyebabnya................itu karena kamu nggak konsentrasi sama bolannya, tapi kamu konsentrasi sama lawanmu.”
“Selain konsentrasi sama bola, kita kan  juga harus konsentrasi dengan lawan..?”
“Iya sihhh....tapi kamu terlalu berkonsentrasi, konsentrasinya beda lagi?”
“Maksudnya?”
“Konsentrasimu dengan............cinta. Iya, kan? Ngaku aja deh...!”
             Aku trekejut dengan apa yang dikatakan Rafi pada Han. Apa benar kalau Han  memiliki rasa sama aku? Aku hanya bisa menunduk saat itu karena entah mengapa aku merasa sangat malu dan deg-deg-an.
             “Hanny, kamu nggak usah dengerin omongannya Rafi, ya?”
“Han, kamu disuruh ngaku aja susah banget sih?! Kalau emang suka bilang aja. Aku bilangin ya, Hanny itu anaknya cantik, berbakat, kaya lagi. Dan dikampus ini banyak mahasiswa yang suka sama dia. So, kalu kamu lemot, bisa-bisa dia diambil orang..”
             Rafi benar-benar membuatku malu. Dia sama sekali tidak menjaga kata-katanya.
“Raf, Han, aku pergi dulu ya. Ada urusan mendadak.”
“Hanny, kamu mau kemana?????!!!! Kamu deg-deg-an ya.....???!! ngaku aja deh..kalau sebenarnya kalian ini sudah mulai sama-sama suka...!!!!
             “Rafi, kamu bikin malu aja.”
“Aku nggak ada maksud  bikin kamu malu, aku justru mau membantu kamu.”
“Tapi nggak gitu caranya? Kalau Hanny malah ilfeel sama aku, gimana?”
“Tenang aja, aku jauh lebih kenal Hanny daripada kamu.
________----________

             Malam ini mataku sangat sulit untuk dipejamkan. Entah mengapa otakku tidak lepas dari lelaki yang namanya Han. Dn aku juga masih memikirkan Rafi tadi siang. Apa benar Han memang suka sama aku?
             Aku bingung harus bagaimana. Aku masih Trauma. Sumpah, aku benci banget sama yang namanya Dika. Dia adalah orang yang menambahkan luka dalam hidupku yang itu membuatku semakin trauma untuk terjun kedalam dunia CINTA. 
             “Klung..!” suara SMS masuk di hp ku.
Hanny, besokaku sama Rafi maungajak kamu ke pantai Losari yang tempatnya di Makassar. Daripada mikir kuliah terus, kan jenuh. Lagi pula kita kesananya nggak lama kok, cuma sehari. Paling yang bikin lama itu perjalanannya. Please..kamu ikut ya... NGGAK ADA  LOE NGGAK RAME..:)
             Aku bingung, ikut atau tidak. Pasti disana aku sendirian karena mereka akn nyuekin aku. Pasti mereka akan berdua-dua-an dan aku sendiri. Gimana ya.............?
             “klung..!” SMS masuk di hp ku lagi
Hann, kok kamu nggak bales SMS ku sih.? Kamu nggak mau ikut? Please, Hann ...kamu ikut ya... nanti kita seru-seruan bareng disana..dan kamu nggak akan merasa bete’. Aku jamin deh....!
             Aku nggak mau membuat sahabatku kecewa. Dan aku pun bersedia iku dengan mereka. Semoga yang dikatakan Nita itu kenyataan. Kalau aku nggak akan bete’ disana. 
             Daripada malam ini aku nganggur karena sulit untuk tidur, lebih baik aku mempersiapkan semua yang dibutuhkan untuk besok. Dan setelah semua sudah beres, aku pergi ke kamar Mama untuk meminta izin. Semoga Mama mengizinkanku.
             “Tok....tok...tok.....” Aku mengetuk pintu kamr Mama berulang kali.
“Mama.....!!! udah tidur, belum....?”
“Masuk aja sayang..!!! Mama belum tidur kok.”
             Untung saja Mama belum tidur, Jadi aku bisa minta izin Mama malam ini juga, dan besok aku tinggal berangkat.
             Aku duduk disamping Mama sambil memijat punggungnya. Siapa tau dengan itu Mama mau mengizinkan aku.
             “Ma, besok aku mau ke Makassar.”
“Jauh banget?? Ngapain sayang?? Sama siapa???’
“Mama biasa aja dong..nggak usah shock gitu. Aku kesana mau.......mau.........
“Mau apa? jangan bohong sama Mama.”
“Aku nggak bohong kok, Ma.... Aku lagi ada tugas penting dari kampus. Dan aku kesananya bareng-bareng kok Ma... Jadi Mama nggak perlu khawatir sama aku.”
“Tugas apa? Kok samapi ke Makassar?”
“Ya....pokoknya penting deh, Ma. Nggak papa kan, Ma?”
“Huuuhh... Ya udah deh. Pokoknya Mama nggak mau kalau terjadi apa-apa sama kamu disana. Dan Mama mau kamu kembali dengan selamat.”
“Oke, Mama.... Aku sayaaaaang banget sama Mama..”
              Aku senang karena Mama mengizinkan aku untuk pergi besok. Tak apalah biarpun harus berbohong, asalkan semuanya beres.
             Setelah itu, aku keluar dari kamar Mama dan kembali kekamarku. Kemudian aku segera memberitahu Nita kalau aku amau ikut dengan dia dan Rafi besok. Nita pasti senang kalau aku ikut dengannya.
              Besok, Nita menyuruhku untuk datang ke pelabuahan. Nanti kita bertiga kan kumpul disana. Setelah itu, kita berangkat.
              Sekarang aku sudah mulai merasa ngantuk. Mataku sudah mulai berat. Dan aku memutuskan untuk tidur saat itu juga.
              Keesokan harinya, aku bangun lebih awal karena aku harus sudah sampai di pelabuhan pukul 09.00. Untung saja aku sudah menyiapkan semuanya tadi malam. Jadi pagi ini aku tidak perlu menyiapkan barang terlalu banyak.
               Aku hanya tinggal memasukkan barang-barang kecil kedalam tas. Tapi menurutku itu adalah barang-barang yang sangat berharga. Seperti, alat-alat P3K, cosmetik, kamera, buku diary, dan lain-lain.           
               Sesampainya di pelabuhan, aku segera mencari Nita dan Rafi. Hampir sepuluh menit aku tidak menemui mereka. Dan anehnya, aku justru bertemu dengan Han.
               “Hanny??”
“Han??”
“Kamu mau kemana?”
“Aku mau ke Makassar sama Nita dan Rafi. Kamu?”
“Sama. Jadi kamu juga diajak?””
“Iya. Kamu juga?”
“Yaa....begitulah.”
               Aku sama sekali tidak menyangka kalau Nita dan Rafi juga mengajak Han. Aku bingung, kenapa tadi malam Nita tidak mengatakan kalau Han juga ikut dalam acara rekreasi mereka? Apa mungkin ada rencana lain dibalik ini semua?
               “Hy, Han, Hanny, kalian udah datang..? Maaf, aku sama Rafi datang telat karena  tadi mobil aku ada sedikit kerusakan.”
“Kok kalian nggak bilang kalaku kita pergi berempat?” Tanpa sengaja Aku dan Han mengeluarkan pertanyaan yang sama.
               “Chiyee...!! sehati nih......”
“Nita nggak usah gitu, deh...!”
“Kenapa sih, Hann? Kamu malu?”
“Tau’ah, terserah. Jam berapa kita berangkat?”
“Sekitar tujuh menit lagi. Ya udah, kita siap-siap disana, yuk,,,!”
_________----________
               Kapal yang akan kita naiki sudah sandar dipelabuhan. Dan kita pun segera naik kekapal. Saat kita sudah berada didalam kapal, kita langsung mencari tempat yang sudah dipesan.
               Beberapa menit kemudian, kapal pun mulai berlayar. Aku senang sekali bisa berada dalam kapal karena ini mengingatkanku saat aku masih menjadi seorang Riani dulu. Dan ini juga mengingatkanku dengan kedua orang tuaku saat keluargaku masih utuh.
               Ketika malam, aku, Nita, Rafi, dan Han berjalan-jalan bersama diatas kapal. Kita semua menikmati pemandangan laut pada  malam hari. Ini terasa sangat indah. Hawa yang sejuk membuat suasana menjadi sangat romantis.
               Nita dan Rafi jalan-jalan berdua, mereka meninggalkanku dan Han sendiri di ujung kapal. Sudah kuduga, Nita dan Rafi akan meninggalkanku sendiri. Tapi, untung saja ada Han, jadi aku tidak merasa sendiri.
               Aku menjadi sedikit gugup ketika Han berdiri disampingku.
“Hanny...” Han tersenyum padaku.
“I...iy..iya”
“Pemandangannya bagus, ya...?”
“Sangat bagus.”
               Oh, Tuhan.....kenapa aku bisa deg-deg-an seperti ini?
“Hanny, kamu tahu film TITANIC, kan?”
“Tahu, memangnya kenapa?”
“Mmmmm...Kalau seandainya yang kita naiki ini kapal TITANIC, kamu mau nggak, kalau kamu jadi Rose nya dan aku jadi Jack nya?”
               Aku terdiam seketika mendengar kata-kata Han. Aku terdiam bukan karena aku merasa malu atau apa. Tapi aku terdiam karena aku ingat kata-kata itu pernah diucapkan Dika waktu bicara denganku didalam telepon.
               “Nggak!” Aku berkata dengan sedikit bernada tinggi.
“Kenapa? Kamu nggak mau?”
“Bisakah kamu mencari kisah romantis lain yang berlokasi didalam kapal selain kisah Jack dan Rose dalam kapal TITANIC?”
“Bukannya itu kisah yang sangat indah?”
“Itu buruk bagiku! Maaf, Aku ingin kembali kekemar.”
               “Hanny..!” Han menarik tanganku ketika aku hendak pergi.
“Lepaskan tanganku...!!” Aku menarik tanagnku darinya.
“Maafkan aku jika kata-kataku membuatmu marah.”
               Aku tak menjawab apa-apa ketika dia meminta maaf. Aku langsung pergi meninggalakannya.
               Kata-kata Han benar-benar membuatku teringat dengan Dika. Aku tidak ingin mengingatnya lagi. Dan bahkan aku ingin melupakan rencanaku, yakni untuk membalas semua yang telah dia lakukan padaku. 
               Sesampainya dikamar, aku menulis dibuku diary ku. Saat ini aku sedang rindu dengan orang tuaku dan teman-teman SMA ku dulu. Aku menjadi merasa bersalah karena telah meningglakan mereka secara tiba-tiba dan tanpa kabar.
               Lama-lama, aku sudah mulai mengantuk. Dan akupun merapikan semua barang-barangku lalu tidur.
               Keesokan harinya, Nita dan Rafi mengajakku dan Han berjalan-jalan diatas kapal lagi. Dan sekaligus mencari makanan dilantai atas. Entah mengapa aku menolak ajakan mereka. Aku merasa, setelah kejadian tadi malam, ketika aku mendengar Han mengucapkan kata-kata sama yang pernah Dika ucapkan, aku jadi tidak ingin lagi dekat dengan dia.
               “Hanny, kenapa kamu nggak mau ikut dengan kita? Apa kamu masih marah dengan kata-kata ku tadi malam?”
“Eng..eng..enggak kok, Han. Aku cuma lagi males aja dan........lagi nggak ingin kemana-mana.”
               “Han, emang tadi malam kamu ngomong apa sama Hanny?”
“Aku cuma ngomong, kalau seandainya.....................................................”
“Nggak usah dilanjutkan.!!! Aku nggak mau dengar itu lagi..!”
“Baik, Hanny. Aku minta maaf. Aku nggak akan mengulangi kata-kata itu lagi.”
               “Hanny, kamu aneh bangeet sih? Ya udah deh, kalau kamu nggak mau ikut. Kita pergi bertiga aja. Ayo Raf, Han..!”
“Maaf, Nit, Raf, sepertinya aku juga nggak bisa ikut. Aku disini aja.”
“Terserah deh. Kalian nggak asyik..Huft..!”
               Kenapa Han tidak ikut dengan Rafi dan Nita? Kenapa dia lebih memilih disini? Aku tidak ikut dengan mereka karena kau tidak mau dekat dengan Han, tapi kenapa dia justru menemaniku disini?
             “Kenapa kamu nggak ikut mereka? Kamu kan belum sarapan?”
“Kamu juga belum, kan?”
“Iya, tapi.............”
“Aku disini aja sama kamu. Aku tahu kalau sebenarnya kamu masih marah sama kata-kataku. Iya, kan?
             Aku hanya diam dan tak menjawab apa-apa.
“Mmmm....apa sebaiknya kamu tidak berada diluar saja?”
“Memangnya kenapa?”
“Yaaaa........tidak baik aja kalau cewek sama cowok berdua dikamar. Kalau seandainya disini ada Nita, kamu nggak pa-pa ada disini.”
“Oooohhhhh... Ya, udah. Aku balik ke kamarku dulu.”
             Ombak dilaut sangat kencang sehingga terasa sampai dikamarku. Ini membuat kepalaku pusing dan mual.
             “Huueeekk.....!” perutku benar-benar sakit.
“Hanny..!! Kamu nggak papa?” Han masuk lagi ke kamarku karena mendengar aku muntah.
Dia terlihat sangat panik. Dan bingung harus berbuat apa. Dia menyuruhku meebahkan diri saja.
             “Kamu kenapa?”
“Nggak papa kok. Cuma mabuk laut aja. Goyangan ombaknya terasa banget. Itu yang buat aku pusing dan mual.”
“Kalau gitu, kamu istirahat aja, ya. Aku akan temani kamu disini.”
“Thank’s. Han, boleh aku minta tolong sesuatu?”
“Apa?”
“Ambilkan minyak kayu putih di tasku..”
“Iya.”
             Han benar-benar sangat perhatian. Dia selalu ada saat aku butuh.
“Han, minyaknya ada, kan?”
Han tidak menjawab pertanyaanku. Dia memegang tasku lama sekali. Padahal aku sudah melihat dia memegang minyak itu.
             “Hanny, ini milik siapa?” Han memegang buku diaryku.
“Berikan padaku..!!!” aku turun dari ranjang dan merebut diry itu darinya.
“Iti punya siapa?”
“Ini punyaku.”
“Kenapa disampulnya tertulis nama “Riani”?
“A..mmm...mm..itu....dulu....itu dulu milik sahabtku yang bernama Riani. Dia memberikan Diarynya sebelum dia pindah ke Bali.
             Aku heran, kenapa Han begitu penasaran dengan diary yang masih kuberi nama “Riani” dihalaman depannya. Dan aku melihat matanya masih kearah diaryku. Dan dia juga terlihat seperti memikirkan sesuatu yang sangat penting.
             Aku segera memasukkan diary itu kedalam tas lagi.
“Han, kamu memikirkan apa?”
“A..emm..ti..tidak..aku tidak memikirkan apa-apa. kamu istirahat lagi aja.”
             Aku pun kembali merebahkan diri sambil mengoles minyak kayu putih dileher dan dadaku. Sedangkan Han masih tetap duduk disampingku.
             “Hanny, aku boleh tanya sesuatu, nggak?”
“Apa?”
“Kalau cewek hatinya sudah disakiti sama cowok yang dia sayang, kira-kira....sembuhnya lama, nggak?”
“Tergantung. Emang kenapa?”
“Apa kamu pernah disakiti sama pria  yang kamu sayang.”
“Sering. Please..janagn tanya yang kayak gitu. Itu semua terlalu sakit untuk diingat, ok.”
             Han terlihat aneh setelah melihat buku diaryku tadi. Wajahnya menjadi sangat gelisah dan pertanyaannya aneh-aneh. Apa mungkin di teringat dengan masa lalunya dengan seorang wanita yang menyayangi dia?
             Beberapa menit kemudian, Nita dan Rafi datang dengan membawa makanan untuk aku dan Han.
             “Kalian asyik banget berduaan dikamar?”
“Iya, kayak pengantin baru aja.”
“Nita..! sembarangan aja kalau ngomong..!”
“Santai aja dong, Hann..... Oh, ya, Aku sama Rafi bawaan kalian sarapan, nih..”
“Maksih ya..”
“Hanny..! sombong banget sih.! bilang makasih kayak Han gitu napa?”
“Ya, makasih.”
             Entah mengapa selalu ada pebuatanku yang dimata Rafi adalah suatu perbuatan “SOMBONG”.
             “Hanny... makan dulu ya...”
“Nanti aja, Han. Perutku masih sakit, dan kepalaku juga masih pusing.”
“Tapi tetap aja kamu harus makan dulu. Aku suapin, ya?”
             “Ya’elllaahhh..... Selain sombong, nih cewek manja juga, ya?”
“Rafi, kamu bisa ngerti aku sedikit aja?”
“Nggak. Aku bisanya ngertiin Nita.”
“Jangan gitu lah, Raf.... Hanny kan sahabat aku juga..”
             Akhirnya, dengan sedikit malu dan gugup, aku mimbiarkan Han menyuapiku. Sedangkan Nita hanya tersenyum melihatku.
________----________

              Setelah beberapa hari melakukan perjalanan diatas kapal, sekarang sampailah kita di Makassar. Dan kita pun langsung melanjutkan perjalanan menuju pantai Losari. Kita tidak perlu menyewa tempat untuk menginap karena Rafi mempunyai sauudara yang tinggal tidak jauh dari pantai.
             Dirumah saudara Rafi, kita istirahat stu hari full. Kita baru pergi ke Pantai dihari kemudian.
             Aku tidur satu kamar dengan Nita dikamar tamu yang berada dilantai dua. Sedangkan Han dan Rafi tidur dikamar sebelahnya.
             Ketika malam hari, aku merasa tidak ingin tidur. Aku memutuskan untuk mencari udara segar diluar sambil melihat sekeliling kota Makassar yang belum penah akau kunjungi seelumnya.
             Aku berjalan-jalan menyusuri jalan raya seorang diri. Walaupun ak tidak tahu selik-beluk kota ini, aku tetap ingin terus melanjutkan langkahku.
             “Klung..!!!” Suara SMS masuk di hp ku.
“Hanny, kamu dimana? Kenapa dikamar hanya ada Nita?”
             SMS itu dari Han. Entah mengapa dia mncariku dimalam hari seperti ini.
“Aku lagi jalan-jalan.”
Aku hanya menjawab singkat SMS darinya. Hingga kemudian dia mengirim SMS lagi.
“Ini sudah malam, Hann.... Apa kamu sudah tahu seluk-beluk kota? Akan bahaya kalau kamu pergi sendiri dimalam hari, apalagi kamu seorang perempuan. Aku harap kamu segera kembali.”
             Dia begitu perhatian denganku. Kata-katanya memang ada benarnya, tapi aku tidak memperdulikaanya. Aku masih tetap ingin berjalan-jalan.
“Maaf, aku nggak mau balik sekarang. Aku bosan dikamar. Aku masih ingin jalan-jalan. Thank’s karena udah perhatian. Tapi Sorry, aku nggak mau balik dulu.”
             Setelah aku SMS seperti itu, dia tidak membalasnya lagi. Mungkin dia langsung tidur dan tak memikirkan apa-apa lagi.
Aku berjalan sudah cukup jauh. Tanpa kusadari kalu ini sudah pukul 00.30. Aku ingin kembali kerumah, tapi bodohnya aku karena lupa jalannya. Aku  bingung harus bagaimana. Aku mencoba Menelepopon Rafi dan Nita tapi tidak di angkat.        
             “Hanny...............!!!!!” Ada seseorang berteriak memanggil namaku dari belakang.
Aku pun segera menoleh ke arahnya.
“Han..??????” Aku melihat Han berlari kearah ku.
             “Han, kamu mau kemana?”
“Aku mau jemput kamu, Hanny.”
“Aku???? Kamu berlari jauh-jauh dari rumah kesini hanya untuk menjemput aku?”
“Iya. Aku khawatir sama kamu.  Aku nggak mau kalau ada apa-apa sama kamu? Ini udah malam, Hann... Ayo kita balik.”
             Aku sangat tidak menyagka kalau Han sampai seperti ini. Dia rela lari jauh dimalam hari hanya karena khawatir sama aku.
             “Mmmmm.......Ya udah deh, ayo pulang. Sorry, dah bikin kamu capek.”
“Nggak papa kok Hann, yang penting sampai disini nggak ada hal buruk yang terjadi sama kamu. Aku dah lega sekarang.”
             Han benar-benar membuatku terdiam tak bisa berkata apa-apa.Dia sangat baik dan perhatian dengan ku. Aku  tidak tahu maksud dari semua ini.
             Akhirnya, kita berdua berjalan kaki di malam hari menuju rumah saudara Rafi. Sebenarnya perjalanan ini sangat jauh, tapi entah mengapa rasanya cepat sekali. Mungkin karena ini sangat menyenangkan.
             Kita sampai dirumah pukul 01.50. dan kita memutuskan untuk langsung tidur agar besok kita menjadi lebih fresh.

             Pagi yang cerah di kota Makassar pun telah tiba. Aku, Nita,Rafi, dan Han bersiapp-siap untuk pergi ke pantai. Kita berangkat kesana dengan menggunakan mobol saudara Rafi. Karena yang tahy arah menuju pantai Losari hanya Rafi, jadi dialah yang disuruh untuk menyetir mobil.
             Dan selang beberapa menit, kita pun sampai. Pantainya benar-benar sangat indah. Sudah lama aku tak pernah pergi kepantai. Aku segera bersiap-siap untuk berenang. Sebenarnya aku tidak begitu bisa berenang sih, tapi aku sangat suka bermain air sambil menyelam.                                         
             Aku meletakkan tasku di salah satu tempat duduk yang ada disekeliling pantai. Sebelum aku berganti pakaian renang, aku menulis diary terlebih dahulu. Aku menulis tentang betapa bahagianya aku pada hari ini.
             Aku tidak memekai baju renang karena aku malu jika memakai baju yang sangat terbuka seperti baju renang. Aku hanya memakai kaos berlengan pendek dengan celana se-paha (hotpants).
            Saat aku berganti pakain, aku teringat akan buku diaryku yang belum kumasukkan kedalam tas. Aku hanya menaruhnya disamping tasku. Aku takut kalau ada yang membacanya karena semua rahasia tentang diriku tertulis jelas disitu.
            Setelah selesai berganti pakaian, aku segera berlari menuju tempat dimana aku menaruh tas dan diaryku tadi. Aku terkejut ketika melihat Han memegang dan bahkan terihat seperti membacanya.         
            Aku pun berlari untuk segera merebut buku diary itu. Aku melihat Han seperti orang bingung setelah membaca diaryku.
“Kamu lancang..!!!!! Beraninya kamu membaca diary ku??!!! Ini privasi orang..!!”
Aku benar-benar sangat marah atas kelancanhgan Han.
            Aku heran, Han tidak meminta maaf atau berkata apapun. Dia hanya terdiam dan melihatku. Kemudian matanya mengarah ke dadaku bagian atas sebelah kiri. Dia terlihat mencari sesuatu dibagian itu.
            “Han..!!!” Aku sedikit membentaknya karena aku tidak suka dengan pandanagnnya.
Aku terkejut ketika dia  tiba-tiba sedikit menarik turunkan leher bajuku. Spontan aku menepis tangannya.
            “Luka itu???”
Entah mengapa tiba-tiba Han seperti itu dan dia menjadi terngangah melihat bekas luka yang ada di dadaku karena ulah Dika dulu.
            “Jadi, Kamu benar-benar Riani???”
“Maksud kamu apa? Aku Hanny, bukan Riani....!!!”
“Tapi kamu menulis dibuku diary mu kalau kamu sebenarnya Riani.”
“Itu bukan aku yang menulis..!!!!”
“Please.... Aku ingin kamu jujur. Apa kamu  benar-benar Riani? Bekas luka yang ada itu menunjukkan kalau kamu Riani.”
            Aku benaar-benar bingung. Kenapa Han bisa yakin kalau aku Riani dari bekas luka ini? Sebenarnya Han ini siapa?          
            “Mmmm....Aku...Aku..... kenapa kamu sangat yakin kalau aku Riani karena bekas luka ini.”
“Aku yakin karena aku sangat mengenalinya dan bahkan akulah yang menyebabkan adanya luka itu dulu.”
            “Hey..! Serius amat, lagi ngomongin apa sih........?” Tiba –tiba Nita dan Rafi datang lalu berdiri di sampingku dan Hn.
              Aku dan Han tidak memperdulikan mereka. Kita tetap serius dengan apa yang kita permasalahkan saat ini.
              “Aku nggak ngerti dengan apa yang kamu katakan. Kenapa kamu bilang kalau penyebab adanya luka ini itu kamu? Asal kamu tahu ya, penyebab adanya luka ini adalah orang dimasa laluku yang saat ini benar-benar aku benci.” Aku bingung kenapa Han bilang kalau dia yang menyebabkan adanya luka ini.
              “Aku mohon, jawab pertanyaanku. Apa benar kamu Riani?” Han terus memaksaku untuk mengaku.
“Ok..!! Aku memang Riani. Tapi itu dulu? Apa hubungannnya dengan kamu kalau aku Riani? Memangnya kamu siapa?”
              Han terlihat sangat terkejut setelah mendengar pengakuanku. Sedangkan Rafi dan Nita hanya terlihat seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa.
               “Jadi selama ini........ Aku..... sudah bertemu dengan kamu? Riani, apa kamu lupa sama aku?”
“Memangnya kamu siapa?”
“Aku takut mengakui siapa aku. Aku takut, karena kamu bilang kalau kamu sangat membenciku.”
“Maksud kamu? Jangan bilang kalau kamu adalah.............................”
“Ya. Aku.............Dika.”
               Aku sangat shock mendengar apa yang dia katakan. Bagaimana mungkin kalau sebenarnya Han adalah Dika?
               “Han, aku nggak suka dengan bercandamu. Kenapa kamu mengatakan kalau kamu adalah Dika. Dika itu orang yang sangat aku benci dan bahkan aku berjanji untuk tidak memaafkannnya sampai kapanpun.”
               “Tapi itulah kenyataannya. Aku memang Dika. Dulu aku pernah bilang kalau nama “Han” itu adalah nama saat aku menjadi mahasiswa. Dan namaku ketika sekolah adalah Dika. Tapi entah kenapa, setiap aku akan menunjukkan siapa aku, selalu saja ada hal yang membuat aku tidak jadi bercerita. Mungkin karena memang belum waktunya. Dan, mungkin inilah saat yang tepat.”
               Aku tidak berkata apa-apa. Aku hanya menatapnya dengan penuh kebencian dan kemudian aku lari meninggalkannya.
               “Riani.............!!!!!” Dia mengejarku dan menarik tanganku hingga langkahku terhenti dan berbalik menghadapnya
 “Juuiiihhh...!!!” Aku reflek meludahi wajahnya karena aku sangat benci dengannya jika dia memang benar-benar Dika. Lalu dia pun segera mengusap wajahnya.
               “Hanny..!!” Nita dan Rafi spontan berteriak karena melihat apa yang aku lakukan. Lalu mereka segera mendekati kita.
               “Riani, aku memang pantas mendapatkan ini dari kamu. Aku emang salaah. Tapi aku mohon, maafkan aku. Aku janji, nggak akan mengulangi kesalahan sebelumnya. Aku janji, Riani. Aku janji.!”
               “Plakk..!!!” Aku menamparnya karena aku muak mendengar janj-janjinya.
“Haruskah aku percaya dengan janjimu lagi?!!”
“Aku nggak akan main-main dengan janji ini. Aku benar-benar menyesal.”
“Apa yang kamu katakan itu cuma OMONG KOSONG.!!!”
               Aku kembali lari meninggalkan dia, Nita, dan Rafi. Aku bahkan membiarkan tasku tetap disitu. Aku hanya membawa diaryku.
                “Riani............!!!”
“Han, biar aku yang kejar  Dia. Lebih baik kamu sama Rafi bereskan barang-barang dan kita pulang saja.”
“Thank’s, Nit.”
                Aku masuk kedalam mobil dan menangis.
“Kenapa aku harus melihat kamu lagi???!!! Kenapa orang yang dekat denganku selama ini itu kamu???!!! Aku benci sama kamu..!!!!! Aku nggak mau lihat kamu lagi..!!!!”
                “Apa salahnya kalau kamu kasih dia kesempatan?”
Tiba–tiba Nita masuk kedalam mobil dan duduk disampingku.
                “Kesempatan?? Nit, asal kamu tahu, kalau aku kasih kesempatan, itu sama saja seperti aku siap untuk sakit hati lagi.”
“Tapi itu dulu. Sekerang dia berubah. Dia sadar kesalahannya dimasa lalu. Dan bahkan sekarang dia sayang sama kamu.”
“Sayang?? Aku nggak butuh sayang dari dia! Lagi pula aneh, kenapa dia tiba-tiba sayan sama aku? Apa karena aku sudah beda dengan yang dulu? Apa karena aku lebih cantik dari yang dulu? Apa karena itu? Aku nggak mau, orang sayang sama aku karena fisik. Aku mau orang sayang sama aku karena tulus dari hati.”
                Nita memelukku dengan erat. Dia terus mencoba menenangkanku.
“Hanny, kamu nggak boleh salah paham dulu........................”
“Udah lah, Nit, aku nggak mau ingat dia lagi. Aku nggak suka kalau kamu bela dia. Kamu nggak tahu gimana sakitnya aku karena dia dulu.”
“Aku tahu perasaan kamu, Hanny. Dan aku juga nggak bermaksud membela dia tapi aku hanya....................”
“Hanya apa? Sudah, Nit. Aku ingin pulang hari ini juga. Aku akan memesan tiket pesawat agar perjalannya lebih cepat.”
                Lama kemudian, Dika dan Rafi masuk kedalm mobil.
“Nit, aku pulang naik taxi aja. Aku nggak bisa satu mobil sama kalian.”
“Tapi, Hann... “
                Aku turun dari moil dan segera mencari taxi.
“Riani.............!!!!” Dika turun dari mobil dan mengejarku.
“Aku mohon jangan ganggu aku..!!!”
“Riani, aku minta maaf. Aku minta, kamu pulang sama kita, ya..?”
“Nggak.!!!”
“Please..............”
“Eh, Dik, aku nggak mau lihat kamu lagi! Jadi aku nggak mau satu mobil sama kamu! Kamu tahu itu?!!”
                Untung saja ada taxi yang lewat. Aku pun segera menghentiknnya.
“Taxi..!”
“Riani, please.....”
               Dika terus menghalangiku masuk kedalam taxi.
“Minggir..!!!!!” Aku mendorongnya agar tidak menghalangiku lagi.
“Jalan cepat, Pak.”
               Setelah sampai dirumah , aku langsung masuk kedalam kamar dan menutup pintu. Aku tidak bisa mengunci pintu kamar karena itu bukan kamrku sendiri. Aku mengemasi semua baeang barangku. Aku ingin pulang lebih dulu karena aku tidak mau jika harus pulang dengan Dika.
              Selang beberapa waktu, Nita datang dan menghalangiku mengemasi barang.
“Hanny..! Kamu mau kemana?”
“Aku mau pulang.!”
“Hanny, kita berangkat bersama, jadi kita juga harus pulang bersama.”
“Nggak!!! Aku nggak mau pulang sama laki-laki itu.!!! Aku sudah pesan tiket pesawat. Dan aku akan pulang besok pagi.”
“Pesankan tiga tiket lagi. Kalau kamu pulang besok pagi, kita semua harus pulang pagi bersama.”
“Nggak!! Aku kan sudah bilang, aku nggak mau pulang sama dia!! Paham!!!”
               Nita keluar dari kamar, entah kemana. Dia memaksa agar aku mau pulang bersama-sama. Aku aka terus menolak melakukan sesuatu apapun jika disitu ada Dika.
________-----________
               Keesokan harinya, aku segera bersiap berangkat kebandara. Tapi anehnya, saat aku bangun, Nita sudah tidak ada disampingku. Aku berfikir kalau dia sedang berada dikamar mandi. Aku tidak memberitahunya kalau aku akan berangkat.
               Aku terkejut ketika melihat Nita, Rafi, dan Dika suda ada didepan rumah. Mereka terlihat rapi dan hendak pulang juga. Nita sudah memegang tas kopernya, Rafi dan Dika juga sudah menggendong tas ranselnya.
               “Kamu sudah siap untuk pulang, Hanny?”
“Kalian mau kemana?”
“Kita akan pulang bersama, Ok.”
“Terserah!!”
    Sangat menjengkelkan. Mereka bertiga benar-benar pulang hari ini bersamaku.
Aku tak memperdulikan mereka. Aku pulang dengan Taxi karena aku tidak mau jika harus satu mobil dengan Dika.
                Sesampainya dibandara, aku segera menguerus barangku lalu naik kepesawat. Aku merasa sangat jengkel karena tempat duduk Dika bersebelahan dengan tempat dudukku. Seandainya yang aku naiki adalah angkot, aku ingin berpindah tempat agar tidak duduk disamping dia.
                Selama didalam pesawat, aku tidak melihat kearah Dika sedikitpun, Aku hanya melihat kearah jendela.
“Riani..?”
“Hmm..?”
“Kamu masih marah?”
“Itu bukanlah sesuatu yang perlu ditanyakan. Karena itu pasti.!”
                “Riani, apapun akan aku lakukan, tapi aku mohon...maafin aku..”
“Aku nggak butuh itu. Karena aku tahu itu hanya omong kosong.!!”
“Aku serius, Riani. Please.....”
“Aku ingin kamu pergi. Aku ingin kamu keluar dari kampus tempat aku kuliah. Dan setelah itu kamu harus pergi jauh dan jangan sekalipun menampakkan dirimu.!!”
“Maaf, Ri, kalau itu nggak bisa.”
“Kamu lupa dengan apa yang kamu katakan barusan?”
“Iya. Tapi..........”
“Tapi apa?!”
“Aku nggak mau jauh dari kamu.”
                Aku hanya tersenyum sinis mendengar kata-katanya. Aku benar-benar muak dengan semua itu. Apa yang dia katakan sama sekali tidak berpengaruh bagiku. Aku tidak menjawab dia lagi. Aku hanya diam seolah tidak mendengar apa-apa.
                Beberapa jam kemudian aku sudah tiba di bandara tujuan. Aku segera mencari taxi dan langsung menuju rumah. Nita terus memanggilku, tapi aku tidak menghiraukannya sedikitpun.
                Setibanya dirumah, aku segera mencari Mama dan ingin memberitahu semuanya. Tapi saat itu aku sama sekali tidak melihat dia dirumah.
                “Non, sudah pulang?” Sapa pembantuku.
“Sudah. Mama mana?”
“Nyonya pergi ke Singapur tadi malam. Dia pergi mendadak karena urusan pekerjaan. Dia titip pesan sama saya, dia minta maaf sama Non karena tidak sempat pamit.”
“Ya ampuunn..........!!!!! Berapa lama Mama disana?”
“Kurang lebih satu minggu-an, Non.”
“A..aahh...!! Ya udah lal, terserah..!!”
                Aku sangat kesal karena disaat-saat seperti ini Mama tidak ada dirumah. Aku bingung, kepada siapa aku harus mengadukan ini semua. Rasanya  aku benar-benar marah saat ini.                                           
                Didalam kamar aku hanya bisa menangis dan berteriak. Aku membanting semua yang ada dikamar. Aku menyesal, kenapa aku harus bertemu lagi dengan dia. Rasanya sangat sakit bila melihatnya. Karena jika aku melihatnya, aku akan ingat dengan yang dulu ia pernah lakukan padaku.
                Satu hari penuh aku berada dirumah. Aku tidak keluar sama sekali. Dan bahkan aku tidak berkomunikasi dengan siapapun. Setiap kali Nita meneleponku, aku tidak pernah menjawabnya. Saat ini aku benar-benar ingin sendiri.
                Malam harinya, Dika meneleponku berulang kali. Tapi aku juga tidak menjawabnya sekalipun. Aku benar-benar benci dengan dia. Aku memilih me-non aktifkan hp ku untuk menghindari panggilan-panggilan yang masuk. Dan setelah itu aku tidur dengan tenang dan pulas.
                Keesokannya, aku tidak masuk kuliah. Aku ingin tetap dirumah menenangkan diri. Karena jika aku kekampus, aku akan melihat Dika. Jika Dika tidak segera keluar dari kampus tempat aku kuliah, maka aku memutuskan untuk kuliah di Luar Negeri saja.
                Ketika dirumah, aku tidak mau hanya diam dan memikirkan masalahku. Aku ingin mencari kegiatan lain agar aku bisa lupa dengan itu semua. Kemudia aku berfikir untuk kedapur dan belajar memasak.
                Dengan memasak, aku bisa sedikit lupa dengan masalahku.
“Riani.....” Terdengar suara seorang pria memanggilku.
“Kamu?????”Aku terkejut ketika melihat Dika sudah berdiri dibelakangku.
“Riani, aku ingin kamu maafin aku..”
“Beraninya kamu masuk rumah orang??!!! siapa suruh kamu kesini?!!!! Keluar dari rumahku sekarang..!!!!!! KELUAR..!!!!!
“Aku nggak akan keluar sebelum kamu maafin aku. Aku janji, aku nggak akan mengulangi kesalahanku lagi.”
                Aku selalu merasa jengkel dan menjadi sangat marah ketika mendengar Dika mengucapkan JANJI. Saat itu aku masih memegang pisau yang telah kugunakan mengiris sayuran. Rasanya aku ingin sekali mengiris mulutnya agar tidak selalu mengucapkan janji. Karena semua janji yang diucapkan hanya omong kosong belaka.
                “Aku minta kamu keluar. Atau kalau tidak, pisau yang kupegang ini akan melukaimu.!!!”
“Lakukan apa yang kamu ingin, asalkan kamu mau memaafkanku.”
                Mendengar kata-kata nya seperti itu, membuatku benar benar menggoreskan pisau yang kupegang ketubuhnya. Dan akhirnya pun, pisau itu aku goreskan pada lengan kanannya sehingga mengeluarkan darah.
                “Aaargkh..!!” Dia merintih kesakitan sambil memegang lukanya itu.
Aku hanya diam dan menatapnya dengan penuh kebencian. Aku sama sekali tidak merasa menyesal setelah melukainya.
                “Sekarang, apa kamu masih ingin tetap disini? Aku sudah membuatmu terluka. Jadi lebih baik sekarang kamu tinggalkan rumah ini.!!”
“Aku akan keluar setelah kamu memaafkanku. Aku nggak perduli biarpun kamu membuat tangan ku terluka. Bahkan, biarpun seluruhnya terluka pun aku akan membiarkannya. Karena yang terpenting bagiku saat ini adalah mendapat maaf darimu.”
                “Kamu benar-benar keras kepala..!!!!! Pergi...!!!!!”
“Nggak akan.”
“Kamu.....................!!!!!!!!!”
                Saking marahnya aku dengan Dika karena terlalu keras kepala, tanpa kusadari, aku telah menusukkan pisau itu didadanya sebelah kanan.
                “Ya ampun, apa yang aku lakukan.” Gumamku dalam hati. Aku tidak menyangka dengan apa yang telah aku lakukan.
                Darah segar mengalir dari  tubuh Dika karena tusukan itu. Dia terlihat pucat seketika. Aku hanya diam dan terengah-engah melihatnya seperti itu.
“Hanny................!!!!! Apa yang telah kamu lakukan?!!” Tiba-tiba Nita dan Rafi datang. Mereka melihat apa yang telah aku lakukan. Dan mereka segera menolong Dika yang saat itu hampir tergeletak karena tak mampu berdiri.
                “Hanny..!!! Kamu benar-benar gila.!!! Apa kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan ini?!!!” Rafi terlihat kecewa denganku.
“I, ini, bu, bukan sa, lah di, a. Di, a se,per, ti ini kar,na a,ku” Dika tetap membelaku dengan suara terbata-bata saat Rafi marah denganku.
                “Hann, kenapa kau melakukan ini? Kalau kamu membenci Han, tetap tidak seharusnya kamu seperti ini sama dia...!!!”
“AAAA..!!!!! Aku nggak peduli..!!!! Ini semua gara-gara dia..!” Aku berteriak dan kembali kedalam kamar. Aku membiarkan Dika dalam keadaan seperti itu dengan Nita dan Rafi. Saat itu hati dan fikiranku sangat kacau.
                “Hanny sangat keterlaluan. Nit, kita harus segera bawa Han ke rumah sakit sebelum dia kehabisan banyak darah.”
“Iya, Raf. Kamu benar. Ayo..!”
________----________
                Aku menangis didalam kamar. Aku merasa kalau aku sudah gila. Aku tidak tahu apa yang aku lakukan ini salah. Tidak pernah terfikir sebelumnya kalau aku menjadi sejahat ini.    
                Aku kembali membanting barang-barang yang ada dikamar. Aku sudah tidak tahu harus bagaimana lagi. Rasanya aku ingin mengakhiri hidupku ini.
                Tiba-tiba hp ku berdering. Itu adlah telepon dari Mama.
 “Hallo, Ma......?”
“Hallo, sayang...”
“Mama kapan pulang..?”
“Kamu kenapa, Hanny? Kamu nangis?”
“Ma, aku ingin Mama pulang. Ada banyak hal yang Mama harus tahu..”
“Iy...Iya, Hanny. Mama akan pulang besok pagi.”
“Tapi apa tidak mengganggu pekerjaan Mama?”
“Tidak, Hanny. Biar sekertaris Mama yang urus semuanya. Yang penting bagi Mama adalah kamu, Nak...”      
                Mama benar baik. Dia sangat perhatian sama aku. Bahkan, dia lebih mementingkan aku draipada pekerjaannya. Padahal aku bukan anak kandungnya. Dan perusahaan dia adalah sesuatu yang dapat enyelamatkan hidupnya.
                “Tok....tok...tok...!” Terdengar seseorang mengetuk pintu.
“Siapa?”
“Bibik, Non. Didepan ada Non Nita.”
                Aku bingung kenapa Nita kesini. Bukannya dia sedang berada dirumah sakit.
“Iya, Bik. Sebentar lagi aku keluar.”
“Baik, Non,
                Ak pun turun menemui Nita.
“Ada apa? Ngapain kamu kesini?”
“Ada apa?! Kamu tanya ada apa?! Kamu sadar nggak dengan ucapan kamu?!!”
“Sadar. Kan benar, aku tanya, ada apa? Ngapain kamu kesini?”
“Benar-benar keterlaluan kamu, ya??!! Han sekarang dirumah sakit. Luka tusukan itu lumayan parah. Apa kamu tidak ingin kesana untuk menjenguknya dan minta maf sama dia setelah dia sadar nanti?”
                Aku hanya memalingkan pandangan dengan menahan air mataku yang hampir jatuh. Tapi akhirnya air mataku pun jatuh juga.
                “Ya, aku emang keterlaluan. Aku sadar kok. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, aku......seperti ini karena dia.”
“Kenapa kamu harus menaruh dendam sama dia??!! Kenapa??!!! Hanny yang aku kenal, bukan seorang pendendam,  dan bukan seorang pembunuh. Hanny yang aku kenal adalah wanita yang baik, wanita yang........................................”
            “Cukup, Nita!!!! Akunggak mau denger kamu ngomong apa-apa lagi!!! Sekarang, kamu keluar dai rumahku..!!!!!! KELUAR....!!!!!!!” Aku mulai marah dan mengusir Nita. Aku sudah tidak mau dengar apa-apa lagi dari dia.
                Aku merasa kepalaku akan pecah. Aku masuk kekamar dan menangis lagi. Aku sudah hampir putus asa dengan ini semua. Aku tidak kuat lagi.
________-----______

                Kesesokan harinya, aku merasa tidak enak badan. Kepalaku terasa sangat pusing. Mungkin karena aku terlalu memikirkan masalah ini.
                “Hanny..... Mama datang...” Mama masuk kekamarku dengan terlihat ceria. Tapi wajahnya berubah menjadi gelisah setelah melihat keadaanku/
“Mama.....?”
“Hanny, kamu kenapa, sayang?”
“Mama......” aku bangun dari perbarigan dan memeluk Mama sambil menangis.
                “Kenapa, sayang? Kamu cerita sama Mama...”
“Ma, selama ini ternyata.......................................”
“Ternyata apa, Hanny....?”
“Ternyata Han yang aku kenal baik itu adalah.............”
“Adalah apa? cepat kasih tahu Mama.”
“Han adalah..................... Dika.”
“Apa????? kamu serius??”
“Iya, Ma.....”
                Aku menceritakan semuanya pada Mama. Dan dia benar-benar tidak menyangka dengan itu semua. Bahkan, aku juga menceritakan apa yang telah aku lakukan pada Dika sampai dia masuk rumah sakit.
                “Aku ini orang jahat, aku udah hampir  bunuh orang, dan aku.....................”
“Tidak, Hanny. Kamu bukan orang seperti itu. Kamu anak Mama yang baik, kamu bukan orang jahat. Ini bukan sepenuhnya salah kamu. Kamu seperti ini karena dia. Ini bukan salah kamu, sayamg. Kamu tenang, ya...”      
“Tapi, Ma, Nita dan Rafi bilang kalau aku salah, aku jahat.”
                Aku terus menangis dipelukan Mama. Dan aku terus menyalahkan diriku. Tapi Mama selalu mencoba membuatku tenang. Dia terus menegaskan padaku bahwa aku bukan orang jahat. Dia selalu membelaku dan berkata bahwa ini bukan sepenuhnya salaku karena menurutnya aku menjadi seperti i ni karena Dika.
                “Sayang, kamu tenang,ya... Jangan nangis lagi dan jangan pernah kamu menyalahkan dirimu sendiri, Ok.”
“Iy..iya, Ma. Makasih ya, karena Mama bisa ngerti perasaanku.”
“Iya, Hanny, sama-sama. Oh ya, kamu pasti eliim makan kan? Yuk kita makan.”
“Iya, Ma.
                 Mama sedikit bisa membuatku lebih tenang. Dia terus menghiburku dengan cara mengajakku membahas sesuatu yang menyenagkan.
                 Setelah selesai makan, aku dan Mama menonton televisi. Mama bercerita tentang apa yang dia lakukan pada saat berada di Singapur. Dia benar-benar terus berusaha membuatku lupa dengan masalah ku sampai aku bisa tersenyum lagi.
________----________
                 Malam harinya, ketika aku hendak tidur, entah mengapa aku teringat dengan Dika yang saat ini sedang berada dirumah sakit. Tiba-tiba aku menjadi merasa bersalah dan ingin menjenguknya.
                 “Untuk apa aku menjenguknya? Biarkan saja dia dirumah sakit, aku nggak perduli..! Mati juga nggak pa-pa..!!” Pikirku kemudian.
                 Aku mencoba menghilangkan pikiranku tentang dia. Tapi aku tak tahu kenapa iu sangat susah dilakukan. Aku mencoba memejamkan mataku dan memaksa pikiranku untuk tidak memikirkan Dika lagi.
  Tengah malam aku terbangun karena Dika hadir dalam mimpiku. Dalam mimpiku dia terus meminta maaf padaku. Tapi aku sama sekali tidak memperdulikannya dan tidak memaafkannya dan kemudian aku meninggalkannya.
                  Aku mencoba memejamkan mataku lagi, tapi itu sangat susah. Aku pergi kekamar mandi untuk mencuci  muka dan kemudian aku bermain gitar. Aku memutuskan untuk bermain gitar agar aku tidak terus memikirkan Dika.
                  Aku melihat ke jam dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 02.00. mataku masih belum juga bisa dipejamkan. Aku sudah lelah bermain gitar. Sekarang aku tidak tahu harus melakukan apa lagi.
                  Aku hanya berdiam diri dikamar. Aku melihat foto-foto ku dulu. Aku sangat rindu dengan teman-temanku tertama Via. Aku juga melihat foto orang tuaku. Dan itu membuatku menangis. Aku rindu mereka. Aku tidak tahu bagaimana keadaan mereka sekarang. Mereka pasti masih memikirkan aku yang hilang dua tahun yang lalu.
                  Aku tidak tidur sampai pukul 07.00 pagi. Biarpun begitu aku tidak merasa mengantuk sedikitpun. Lalu aku mandi dan setelah itu keluar. Sebelum itu aku pergi kekamar Mama untuk berpamitan, tapi aku melihat dia masih tertidur pulas. Aku tidak berani membangunkannya karena dia terlihat sangat lelah. Aku hanya menitip pesan kepada pembantu agar disampaikan ke Mama.
                  Hari ini aku tidak masuk kuliah. Aku ingin pergi ketempat yang menyenangkan dan bisa membuatku lupa dengan masalahku.
                  Ketika masih di perjalanan, tiba-tiba mobilku berhenti. Dan aku pun turun dari mobil untuk memeriksa apa yang terjadi.
                  “Nih mobil kenapa pakek mogok segala, sih.?!! Gumamku.
Aku bingung harus bagaimana. Aku ingin membawa mobil ku ke bengkel, tapi aku tidak menemukannya disekitar sini.
                  “Mobil kamu kenapa, Hann..?” Tiba tiba terdengar suara pria dari belakangku.
“Rian????”
“Biasa aja kali, Hann, ngak usah kaget.”
“Kamu sih muncul tiba-tiba.”
“Emang aku hantu? Aku kebetulan lewat sini, terus lihat kamu seperti orang bingung. Ya udah, aku berhenti. Siapa tahu aja kamu butuh bantuan.”
“Iya, nih. Mobilku tiba-tiba mogok. Aku bingung soalnya disini jauh dari bengkel.”
“Oh, gitu..... Aku punya teman kerja dibengkel. Sekarang kamu masuk ke mobilku aja. Biar temanku kesini dan bawa mobil kamu kebengkel. Ok.”
“Mmmm..... iya deh. Thank’s, ya..”
                  Akhirnya aku pun satu mobil dengan Rian.
“Kamu mau kemana, Hann?”
“Nggak tau. Pokoknya aku ingin jalan-jalan.”
“Kamu ngggak kuliah?”
“Males”
                  Aku sedikit canggung satu mobil sama Rian. Karena aku teringat saat dia mengungkapkan perasaannya padaku tapi aku menolaknya.
                  “Hann, dengar-dengar kamu dekat sama anak baru dikampus kita itu?”
“Siapa?”
“Kamu kok pura-pura nggak tahu, sih? Itu..Si Han.
“Udah deh, nggak usah bahas dia lagi. Aku males.”
“Emangnya kenapa? Kamu ada masalah sama dia?’”
“Banyak.”
                  Rian mengajakku ke sebuah restoran karena kebetulan tadi kita belum sarapan.
“Hann, kalau kamu butuh tempat curhat, kamu boleh curhat sama aku.”
“Mm.. iya makasih.”
“Kayaknya aku melihat kamu seperti sedang memikirkan banyak masalah.”
“Bisa jadi.”
                  Sesampainya di restoran, rian yang memesankan makanan untukku. Dia benar-benar tahu apa makanan dan inuman kesukaanku.
                  “Kamu kok tahu kalau aku mau pesan itu?”
“Karena aku tahu kalau itu makanan favorit kamu.”
“Tahu dari mana?”
“Seharusnya itu adalah sesuatu yang tidak perlu ditanyakan.”
“Mm.. gitu, ya..”
                  Aku sedikit terkejut ketika Rian tiba-tiba menatapku dengan penuh arti dan memegang tanganku.
                   “Hann, aku kan udah pernah bilang kalu aku cinta sama kamu. Itulah kenapa aku bisa tahu makanan favorit kamu dan apapun yang kamu suka. Aku selalu ingin tahu tentang kamu. Jujur, Hann, aku cemburu ketika mendengar kalau kamu dekat dengan mahasiswa baru itu. Aku mohon, kasih aku kesempatan. Aku janji, aku nggak akan nyakitin kamu. Please, Hann...”
                   Aku hanya diam dan tak tahu  harus menjawab apa. Karena ini terlalu sulit bagiku. Aku masih merasa trauma denganyang namanya cinta dan janji-janji.
                   “Hanny..!!!” Tiba-tiba Nita datang dan terlihat marah.
“Nita?? Kamu ngapain disini?”
“Seharusnya aku yang tanya, ngapain kamu disini sama Rian?”
“Memangnya kenapa kalau aku disini sama Rian?”
“Kenapa?? Kamu tanya kenapa??!! Hann, kamu punya hati kan??!! Apa kamu tidak ingin pergi kerumah sakit untuk menjenguk Han??? Dia berada dirumah sakit itu karena ulah kamu. Dan sekarang dia butuh kamu. Tadi ketika dia sadar, pertama kali yang dia sebut adalah nama kamu. Dia itu sayang sama kamu, Hann...!!! Coba kamu kasih dia kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Dia itu.......................................”
                   “Cukup..!!! aku nggak mau dengar kamu lagi..! Nit, kamu itu sahabat aku. Kenapa kamu nggak bisa kasih aku waktu untuk tenang?? Kenapa kamu nggak mau bela aku?? Kamu ngak tahu gimana sakitnya aku dulu????!!!!
                   “Ini sebenarnya ada apa? ada hubungan apa Hanny sama Han?”
“Rian, kamu diam, ya..! kamu nggak tahu apa-apa tentang masalah ini.”
“Tapi, Nit, aku nggak bisa lihat kamu marah-marah sama Hanny.”
“Aku seperti ini cuma ingin membuat Hanny sadar.”
                   “Diam kalian semua...! Ak mau pergi...!
“Hanny...! Tunggu....! Aku akan antar kamu.”
                   Didalam mobil aku terus menangis. Dan Rian terus membujukku untuk menceritakan sebenarnya apa yang terjadi. Tapi aku tidak mau menceritakannya sedikitpun.
                   “Rian, aku minta tolong, kamu antar aku kerumah sakit sekarang.”
“Iya, Hann.”
                   Aku ingin bertemu dengan Han untuk memperingatkan dia agar tidak lagi mengganggu hidupku dan merusak persahabatanku dengan Nita.
                   Sampailah aku dirumah sakit. Aku meminta Rian agar tidak ikut menemui Han. Kemudian aku segera mencari kamar Han. Dan selang beberapa menit aku sampai dikamar Han. Aku melihat ada Rafi disitu. Sepertinya Dia dan Nita yang menunggui Han dari kemarin,
                    “Riani..?? Aku seneng kamu datang kesini.”
“Kamu seneng, aku menderita. Ini adalah terakhir kali aku menemuimu. Dan aku berharap aku tidak bertemu kamu lagi”
                    “Hanny, kamu tahu kondisi Han seperti ini, jadi tolong bicara lah sesuatu yang bisa membuat dia senang agar dia cepat sembuh dan kembali sehat sepeerti sebelumnya.
“Nggak..! aku nggak mau mengatakan sesuatu yang menyenangkan dia, karena aku nggak mau dia sembuh. Dan aku berharap agar dia mati..!! Dalam keadaan sakit saja dia selalu mengganggu hidupku, apalagi kalau dia sembuh?? Mungkin hidupku akan hancur karena dia..!
“Hanny..!!!!! Jaga mulut kamu, ya.!!!”
                    “Rafi, jangan kamu marah sama Hanny.”
“Tapi dia keterlaluan..!!!”
“Dia seperti ini karena kesalahanku dulu. Jadi ini bukan salah dia.”
“Bagusla kalau kamu nyadar..!
“Riani... Kalau emang kamu ingin aku pergi, aku akan pergi. Tapi sebelum itu, aku mohon maafkan aku. Aku benar-benar menyesal dengan apa yang pernah aku lakukan, dan aku janji , aku akan...............................................................”
                    “Cukup..! jangan lanjutkan kata-katamu. Aku sudah bosan mendengar kamu mengatakan janji-janji palsu....! Dan karena aku nggak mau lama-lama disini, aku nggak akan basa-basi lagi. Eh, Dik, aku peringatkan kamu, jangan pernah menggaggu hidupku lagi. Dan gara-gara kamu persahabatanku dengan Nita hampir berantakan. Dan aku minta setelah kamu sembuh, kamu harus pergi jauh dari hidupku. Tapi....aku berharap kalau kamu mati aja, karena kalau kamu mati, sangat pasti aku tidak akan bertemu lagi, kapanpun itu. Ngerti kamu..!!! jadi lebih baik kamu mati aja..!!”
                    “Hanny.. kamu bener-bener wanita nggak punya hati..!!!
“Sorry, Raf. Aku jahat seperti ini karena dia. Aku pergi dulu. Nggak betah lam-lama disini...!”
                    Aku segera keluar dari kamar. Tapi saat aku hendak membuka pintu kamar, aku mendengar Dika mengatakan sesuatu.
                    “Riani, maafkan semua keslahanku. Aku sangat menyasal. Dan kalau memang itu permintaan kamu dan itu juga akan membuat kamu bahagia, aku janji, aku akan segera pergi dari kehidupan kamu.”
                    Aku tidak mengatakan apa-apa setelah dia berkata seperti itu. Aku hanya tersenyum sinis tanpa menolehnya. Dan aku berharap janjinya kali ini bisa dia tepati.                
                    Setelah keluar dari rumah sakit aku meminta Rian untuk mengantarku pulang.
          “Hanny, gimana dengan Han?”
“Ku harap dia segera mati.!”
“Apa kamu benar-benar sangat membencinya?”
“Seluruh jiwa an raga ku, sampai hidup dan matiku, aku sanagt membencinya. Kamu faham?!”
“A..emm..i..i..ya. Aku faham kok.”
          Mungkin Rian tiak menyangka ada wanita seperti aku. Dia terlihat kaget ketika aku menjelaskan seberapa bencinya aku sama Dika. Tapi aku tak peduli, karena yang membuat aku menjai seperti ini adalah Dika sendiri.
          Sesampainya dirumah, aku melihat Mama sedang duduk sanatai di teras rumah sambil membaca majalah.
“Rian, Thanks Ya, udah ngantar aku.”
“Ok. UrWel. Mm...btw..kamu nggak nawarin aku mampir kerumah kamu?”
“Oh, kalau kamu mau mampir, mampir aja, nggak papa. Kenapa nunggu ditawarin dulu?”
“A..emm...nggak deh, kapan kapan aja. Makasih..”
“Makasih untuk apa? aku kan nggak nawarin kamu???”
“Tadi......???
“Enggak, aku Cuma ngebolehin aja kalu kamu ingin mampir..”
“Ooh..gitu yah,,, ya udah, aku balik dulu..Bye..”
“Bye.. TT DJ..”
Sesampainya dirumah, aku langsung menemui mama dan duduk didekatnya untuk menceritakan apa yang telah aku lakukan di rumah sakit.
“Menurut mama apa akau keterlaluan..???”
“Emm...gimana ya.....tapi mungkin tidak, karena yang memebuat kamu seperti itu adalah dia sendiri.”
“Tapi banyak orang yang bilang begini, “Tapi kan dia sudah minta maaf...” aku jadi bingung, ma.....?”
              Mama hanya tersenyum lalu merangkulku.
“Sayang, mama juga tidak tahu harus berekata apa? Kini semua keputusan ada ditangan kamu. Dan hanya kamu yang tau mana yang terbaik untuk dirimu sendiri. Hanny...... pesan mama hanya satu, pendapat dari orang itu nomer dua, tapi kata hatimu lah yang nomor satu karena dialah yang lebih tahu.”     
              “Gitu ya, ma........?”
“Iya, sayang.....”
“Tapi aku bener-bener sakit hati sama perbuatannya dulu, ma.......!!!!”
“Mama ngerti, Hanny.... maka dari itu mama hanya bisa mengembalikan ini semua pada diri kamu sendiri. KATA HATI, Hanny.......”
              “Oke deh, Ma...   Aku akan berfikir lagi. Aku kekemar dulu ya, Ma...”
“Iya. Mama percaya sama kamu kalau kamu bisa menentukan yang terbaik.”
“Iya, ma. Makasih....”
______-------______
              Aku membanting diri diatas kasur. Aku bingung harus bagaimana. Aku bahkan tidak tahu sebenarnya apa permintaan hatiku. Dan yang aku rasakan kini hanya rasa untuk balas dendam.
              Setiap kali aku berusaha untuk memaafkan Dika, hatiku selalu menolaknya. Apa yang seperti itu yag namanya kata hati? Atau itu hanya siasat buruk setan?
             Aku meremas kuat sepray kasurku.
“Tuhaannnn...!!! Aku harus bagaimana....?      

Beberapa hari kemudian..............
Akhir-akhir ini, pikiranku sangat tidak tenang. Dan itu membuat aku tidak konsentrasi saat kuliah. Entah mengapa aku selalu ingat dengan Dika. Aku ingin marah, aku ingin menangis, karena mengapa aku harus ingat dengan dia.??!!
              Ketika materi berlangsung, aku memutuskan keluar dari kelas. Aku ingin bermain basket dilapangan agar menjadi sedikit tenang. Tapi anehnya, ketika aku bermain basket, alku justru teringat dengan Dika. Oh my God..... What do I do..??
              Aku pun berhenti bermain. Lalu aku duduk dikursi yang ada di pinggir lapangan basket dengan masih memantul-mantulkan bola. Tiba-tiba aku merasa ada seseorang yang mendekatiku dari belakang.
              “Riani..........................” Dia memanggilku.
Aku pun menoleh kebelakang dan berdiri.
“Kamu.....??
“Riani, apa pintu maafmu belum juga terbuka untukku?”
              Aku tak menjawab pertanyaan Dika. Rasanya hatiku masih diselimuti perasaan marah, kecewa, dan dendam.
              “Kamu udah sembuh..?
“Ya, seperti yang kam lihat sekarang.”
“Oh. Baguslah. Lalu kapan kamu akan menepati janjimu?”
“Apa kamu sudah  benar-benar tidak bisa memaafkanku?”
                Dika melangkah maju semakin mendekatiku. Dan reflek aku melangkah mundur.
“Riani, Please..... maafkan aku.. Untuk apa aku hidup jika selalu dihantui oleh rasa bersalah. Aku janji, aku akan pergi setelah kamu memaafkan ku... Aku Janji..”
                Aku terus menatap mata Dika. Aku ingin tahu, apakah dia benar-benar menyesal? Ternyata, aku tidak menemukan tanda kebohonga dari matanya. Dan hal itu membuat hatiku bergatar dan membuatku ingin menangis.
                  Air mata ku akhirnya menetes. Aku menangis dihadapannya.
“Dik, kenapa kamu harus hadir lagi? Kenapa? Aku nggak mau ketemu kamu lagi. Karena setiap kali aku melihatmu, rasanya itu sangat sakit.
Dulu, aku sangat sayang sama kamu. Tapi kamu hanya mempermainkan peraasanku. Dan karena rasa sayang itulah, aku tidak ingin kamu sakit hati. Aku nggak ingin kamu dibodohi oleh wanita yang bukan wanita baik. Aku melakukan banyak cara untuk menyelamatkanmu. Tapi kamu tidak menghargai itu. Ya, aku tahu, mungkin caraku salah. Tapi itu aku lakukan kareana aku tidak ingin kamu terjebak.....!!!! Dan aku..............................”
                  Aku nggak kuat untuk melanjutkan lagi. Aku hanya bisa terisak. Rasanya sakit jika harus mengingatnya lagi.
                  Dika lebih mendekt lagi dan kemudian dia memelukku. Entah mengapa aku membiarkan itu terjadi. Aku sama sekali tidak melakukan penolakan ketika dia memelukku.
                  “Ri.. Aku minta maaf. Aku menyesal. Aku memang bodoh karena tidak mendengar kata-katamu dan lebih membela wanita itu. Aku baru sadar kalau dia bukan wanita yang baik. Aku menyesal tidak mendengarkanmu dan membiarkanmu pergi begitu saja. Tapi yang lebih membuatku menyesal dan marah pada diriku sendiri adalah saat aku ingin meminta maaf padamu tapi kamu sudah pergi entah kemana. Hingga akhinya kini aku menemukanmu. Di kesempatan ini aku benar-benar ingin bisa mendapat maaf darimu. Terserah kamu ingin menghukumku apa, dan jika kamu memintaku untuk pergi pun, aku tak mengapa. Asalkan kamu mau memaafkan semua kesalahanku.”
                  Kata-kata Dika semakin membuatku tersentuh dan menangis. Aku membiarkan diriku menangis dalam pelukannya. Aku tak tahu apa yang kurasakan saat itu. Apakah aku sudah bisa memaafkannya atau belum.
                  “Sudahlah, Dik, semua sudah berlalu. Jangan membahas itu lagi. Karena itu semua sangat sakit untuk kuingat. Aku hargai penyesalanmu. Dan aku..................aku memaafkanmu.” Tanpa kusangka, kata maaf itu pun terucap dari mulutku. Lalu kulepaskan pelukannya.
                  “Kamu memaafkan ku....?” Dika masih tak percaya akan hal itu.
Aku hanya menganggukkan kepala dengan sedikit memberikan senyum.
                  “Aku tahu kalau Hanny yang sebenarnya bernama Riani adalah wanita berhati lembut. Yang dalam hatinya tak pernah menyimpan rasa dendam..”
Tiba-tiba Nita datang dengan Rafi menghampiriku dan Dika.
                  “Nita..? Rafi..?” Sontakku dan Dika.
“Selamat ya...akhirnya kalian damai juga..” Ujar Rafi.
“Hanny, apa kamu tetap akn meminta Dika untuk pergi..?” Tanya Nita.
“Aku tak tahu.” Jawabku singkat lalu perjalan pergi menunggalkan mereka yang ada disitu.
                  Saat ku pergi, Rafi, Nita, maupun Dika tidak mencegahku. Mereka membiarkanku melanjtkan langkah kakiku. Aku tak tahu haru berkeputusan apa sekarang. Rasanya aku sedang mengalami masalah sangat berat dan dihadapkan dengan pilihan yang sangat sulit.                     
____-------_________
                  Seiring berjalannya waktu, aku dan Dika sudah lumayan dekat tanpa ada rasa canggung. Aku pun tak tahu kenapa hal itu bisa terjadi. Padahal bekas luka darinya masih belum hilang 1% dari hatiku. Dan aku juga tidak tahu kenapa aku tidak menyuruhnya untuk segera pergi seperti yang ia janjikan. Namun aku berfikir; mungkin karena aku sudah memafkannya dan bersikap baik selayaknya temen dekat, sehingga dia lupa akan janjinya.
                  Suatu ketika, Dika datang kerumahku saat Mama sedang pergi ke luar negeri. Dia mengajakku untuk membicarakan sesuatu di taman dapan rumah. Awalnya aku tak mau karena dia tak memberitahuku tentang apa yang akan ia bicarakan. Tap karena dia terus memaksa, akupun menurutinya.
                  Aku dan Dika duduk berhadapan di ayunan yang ada di taman. Tiba-tiba dia menatapku dengan tak biasa dan kemudian memegang tanganku.
                  “Riani...  Terimakasih karena kamu telah memaafkan semua kesalahanku. Dan tetap membiarkan aku berda di dekatmu. Aku ingin memperbaiki semua kesalahanku. Dan aku akan berusaha membuatmu bahagia. Walau ku tahu sangat tak mudah bagi dirimu untuk menerimaku....................................”
                  “Maksud kamu apa? Cepat katakan...!” Aku semakin bingung denagn untaian kata-katanya.
                  “Riani, mauka kamu menjadi kekasihku....? sejak pertama aku melihatmu lagi, aku sudah mulai memiliki rasa untukmu. Aku janji aku akan memperbaiki semua dan membuktkan padamu kalu aku bisa membuatmu bahagia.. “
                  Aku terkejut mendengar apa yang ia katakan. Aku sangat tidak menyangka kalau hal ini akan benar-benar terjadi, tidak hanya dalam bayanganku. Biarpun begitu, aku sudah tiak menganggap hal ini adalah seseuatu yang WOOWW karena aku sudah tak memiliki perasaan apapun lagi. Dan aku sudah tidak bsa epenuhnya percaya dengan apa yang ia katakan kaena dulu dia telah menhancukan kepercayaanku.
                   “Maaf, aku nggak bisa.” Ucapku singkat sembari melepaskan tangannya.
“Kenapa..? Apa kamu tak percaya? Apa kamu meragukanku? Atau apa kamu takut sakit hati lagai karena aku? Atau...............................................................’
“ Dik, dengarkan aku.!Sekokoh apapun sebuah batu kalau sering terkikis pasti akan hancur. Dan kepercayaan itu seperti kertas, apabila sudah diremas dia tidak akan kembali sempurna seperti semula. Aku harap kamu bisa mengerti maksudku.”
                   Dika menghela nafas panjang.
“Please... Aku janji akan memperbaiki semuanya. Ini adalah cara agar aku bisa mebuatmu bahagia didekatku............................................”
“Masih ada cara lain. Tak perlu kamu menjadi kekasihku. Cukup kamu menjadi sahabat yang selalu ada buat aku, itu sudah amat sangat bisa membuatku bahagia didekatmu.”
                   Dika menghela nafas panjang lagi untk yang kedua kalinya.
“Baiklah... Jika memang itu mau kamu dan itu bisa membuatmu bahagia, aku tidak akan memaksamu untuk menerimaku. Dan aku akan beusaha membuatmu bahagia..”
“Terimakasih, Dika. Kau adalah sahabat terbaikku.” Ucapku lega lalu tersenyum.
                   Dika membalas senyumanku lalu memelukku. Dan aku juga membalas pelukannya. Karena saat itu aku merasa nyaman berada dalam pelukan sahabatku. Aku merasa semua keputusanku ini adalah keputusan yang terbaik. Karena aku yakin dengan persahabatan semua akan menjadi lebih indah.
                   Aku dan Dika saling melepas pelukan. Saat itu aku aku benar-benar merasakan suatu kebahagiaan yang tak biasa. Aku pun tak tahu apa. tapi aku tak tahu apa yang dirasakan Dika saat itu. Entah dia juga merasa bahagia atau kecewa.
                    “Riani, aku ingin bertanya sesuatu....”
“Apa..?
“Apa kamu tidak ingin pulang dan bertemu orang tuamu? Mereka pasti sangat merindukanmu. Dan mungkin tidak hanya orang tuamu, tapi semuanya..”
                   Aku terdiam mendengar pertanyaan Dika. Aku menundukkan kepalaku hingga tak sadar air  mataku menetes.
“Kamu kenapa..?” tanya Dika lembut sembari mengankat kepalaku.
“Aku sangat jahat, aku anak durhaka, tidak berperasaan, aku sangat tega meninggalkan orang tuaku dan semuanya demi kebahagiaanku sendiri. Aku ingin tahu gimana keadaan mereka sekarang.”
“Jika kamu ingin bertemu mereka, aku akan mengantarmu.”
“Apa mereka akn memaafkanku?
“Itu pasti. Karena kepergianmu dulu itu bukan karena keinginanmu.”
“Makasih, Dik..”
“Iya.”

1 minggu kemudian................

                   Hari ini aku bersiap-siap untuk kembali ke orang tuaku. Aku berangkat dengan Dika. Dia sudah menungguku diruang tamu dan bersiap untuk berangkat hari itu juga. Aku melihat Mama menangis. Dia tidak begitu rela jika aku pergi.
                   Setelah semua siap, Aku turun menuju ruang tamu untuk menemui Dika.
“Kamu sudah siap?” Tanya Dika.
“Sudah.” Jawabku singkat.
“Hanny.....Apa kamu benar-benar akan meninggalkan mama?” Tanya mama sambil menangis.
                   Aku memeluk mama dengan menangis juga. Aku tidak tega melihat mama sendiri.
“Ma, walau aku sudah kembali pada orang tua kandungku, aku tidak akan melupakan mama dan semua kebaikan mama. Dan aku akan tetap sering main kesini dengan orang tuaku. Mama jangan sedih, ya.........”
                   “Janji ya, kamu harus sering kesini..?” Mama melepas pelukannya.

“Iya, ma..”
“Ya, udah.. Hati-hati ya, sayang...”
“Iya, ma. Aku pergi dulu.”
Mama hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum dan menahan air matanya yang akan terus mengalir.
                   Akhirnya, aku pun berangkat menemui orang tuaku. Dan aku berjanji kalau aku sudah bertemu dengan mereka aku akan tetap sering datang ke rumah mama Lisa. Rumah dimana seorang Riani yang sederhana berubah menjadi seorang Hanny yang isimewa.
                                                            THE END